• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz

  • Sudan Jadi Tuan Rumah Seminar dan Workshop IFSB

    0

    Posted on : 04-02-2014 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual

    (MES) – Seminar dan workshop tentang Islamic Financial Service Board akan diselenggarakan di Sudan pada 18 – 20 Februari 2014 mendatang. Bank Sentral Sudan dengan senantiasa berkenan menjadi tuan rumah dalam acara tersebut.

    IFSB juga akan menggelar Seminar ke-6 tentang Regulasi Asuransi Syariah yang merupakan bagian dari amanah IFSB untuk memfasilitasi perkembangan industri keuangan syariah, termasuk di dalamnya asuransi syariah. Seminar yang akan digelar pada tanggal 19 Februari 2014 mendatang mengangkat tema “Current Regulatory Issues Facing the Islamic Financial Industry”.

    Tema tersebut diangkat bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang masalah regulasi yang dihadapi industri asuransi syariah dengan mempertimbangkan dinamika industri pasca terjadinya krisis. Seminar tentang asuransi syariah ini sebelumnya telah diselenggarakan di Yordania (2005), Malaysia (2006), Singapore (2009) dan UEA (2010). Seminar ini terbuka untuk umum dan tidak dikenakan biaya.

    Bank Sentral Sudan juga akan menggelar acara jumpa para anggota pada tanggal 18 Februari 2014. IFSB memiliki 20 instansi anggota dari Sudan yang mewakili seluruh sektordi industry jasa keuangan syariah.

    Bank Sentral Sudan merupakan salah satu pendiri IFSB dan sekarang menempati posisi sebagai anggota dewan tetap IFSB. Para ahli keuangan syariah di Sudan beserta para pejabat Negara tersebut juga telah berjasa sejak pembentukan IFSB tahun 2002 baik dari segi teknis, kelompok kerja, diskusi informal dan seminar.

     

     

    Dubai Akan Segera Umumkan Diri Sebagai Pusat Keuangan Syariah Dunia

    0

    Posted on : 04-02-2014 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual

    (MES) – Usaha dubai selama ini untuk menjadi pusat keuangan syariah dunia telah dipetakan dalam sebuah laporan yang dirilis oleh Oxford Business Group (OBG).

    Menurut laporan tersebut, di tahun 2014 ini Dubai tengah meninjau kinerja dari Emirates Islamic Bank yang secara general telah mulai bangkit dari krisis keuangan global. Hal tersebut juga mengindikasikan perubahan pada industri asuransi syariah Dubai untuk menimbang peluang-peluang yang ada.

    OBG telah menandatangani nota kesepahaman dengan Dubai Islamic Bank (DIB) untuk meneliti sektor keuangan syariah Dubai, menganilsa tren terbaru dan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pasar. Melalui perjanjian kerjasama tersebut, OBG memiliki akses untuk melihat data-data perbankan Dubai yang akan membantu penyusunan Laporan Perbankan Syariah Dubai 2014.

    Editor regional OBG, Oliver Cornock mengatakan bahwa dengan kehadiraan Dubai di tengah pertumbuhan keuangan syariah dunia, Emirate Islamic Bank memiliki posisi yang strategis untuk meningkatkan pangsa pasar yang terus berkembang.

    “Kita telah mengetahui bahwa asset perbankan syariah global untuk produk commercial banking telah mencapai 1.72 Triliun USD di tahun 2013, meningkat dari 1.57 Triliun USD di tahun 2012. Ada kemungkinan perbankan syariah akan menyingkirkan perbankan konvensional di masa depan.” Lanjutnya.

    “Bagaimanapun juga, meskipun Dubai bias mengkonsolidasikan posisinya yang kuat di sektor keuangan syariah global, Dubai tetap harus bersaing dengan pasar yang sedang berkembang lainnya seperti Arab Saudi, Malaysia, Bahrain dan Qatar. Dengan menganalisa kinerja pasar melalui sudut pandang, kami akan lebih mudah untuk melakukan penelitian.”

    Dalam laporan keuangan syariah Dubai 2014 ini, OBG akan mewawancarai sejumlah tokoh kunci dari perwakilan politik, ekonomi dan bisnis. Diantaranya adalah Menteri Kerjasama dan Pembangunan Internasional Sheikh Lubna binti Khalid bin Sultan Al Qasimi, gubernur Bank Sentral UEA Sultan Nasser Al Suwaidi dan walikota London Boris Johnson.

     

     

    OUTLOOK PERBANKAN SYARIAH 2014

    1

    Posted on : 23-01-2014 | By : Agustianto | In : Artikel, Kabar Aktual, Perbankan Syariah

     

    Oleh : Agustianto

     

    Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana UI

     

     

    Pada tahun 2013 pertumbuhan dan perkembangan lembaga perbankan syari’ah di Indonesia berjalan secara organic. Data pertumbuhan perbankan syariah tidak saja memperlihatkan daya tahan di tengah gejolak krisis  keuangan global yang masih berlangsung, tetapi  juga menunjukkan pertumbuhan  yang fantastis dan prestasi performance yang baik.

    Fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik dengan FDR  103 %. Data ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan syariah untuk menggerakan perekenomian, sangatlah besar.Pembiayaan yang disalurkan (PYD) tumbuh relative tinggi 32.2 %  yoy (sementara nasional hanya 23,2 %  pada Q3 2013. Pertumbuhan asset 31.8 % yoy    (sementara nasional 18,2 pada Q3 2013).

    Perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia setiap tahunnya relative cukup tinggi. Hal ini tercermin dari pertumbuhan asset, peningkatan pembiayaan, ekspansi pelayanan, ( jaringan kantor yang semakin meluas menjangkau 33 propinsi di Indonesia).

     

    Menurut data Bank Indonesia (Okt 2013), kini   sudah ada 11 Bank Umum Ssyariah (BUS), 23 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS),  dan 160 BPRS, dengan jaringan kantor meningkat 264 kantor 2.262  kantor di tahun sebelumnya menjadi 2.526 di tahun 2013, Dengan demikian jumlah jaringan kantor layanan perbankan syariah meningkat sebesar  25,31%.

     

    Aset perbankan syariah saat ini sudah mencapai  Rp 228 triliun meningkat dari tahun sebelunya  Rp Rp.179 Triliun (market share meningkat dari 4.4 % menjadi 4,8 % dari asset perbankan nasional), Sementara DPK saat ini  Rp. 163, 97 triliun (Pertengahan).

    Pertumbuhan  asset, DPK dan pembiayaan juga relative masih tinggi, masing-masingnya adalah,  aset tumbuh ± 37%, DPK tumbuh ± 32%, dan Pembiayaan  tumbuh ± 40%). Satu hal yang perlu dicatat, bahwa market share pembiayaan perbankan syariah dibanding konvensional, sudah melebihi dari lima persen, tepatnya  5,24 %.

    Jumlah nasabah pengguna perbankan syariah dari tahun ke tahun meningkat signifikan, dari tahun 2011-2012  tumbuh sebesar 36,4 %.  Kini jumlah penggunanya 13,4 juta rekening (Okt’ 2012, 36,4% –  yoy), baik nasabah DPK maupun nasabah pembiayaan. Apabila pada tahun 2011 jumlah pemilik rekening sebanyak 9,8 juta, maka di tahun 2012 menjadi 13,4 juta rekening, berarti dalam setahun bertambah sebesar 3,6 juta nasabah.

     

    Hingga Oktober 2013 jumlah BPRS di Indonesia berjumlah 160 buah dengan 399 kantor layanan. Rata-rata pertumbuhan BPRS selama 6  tahun terakhir (Januari 2008- Juni 2013) mencapai 30,49 %..Rata-rata pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan selama 6 tahun tsb  mencapai 31,52 % setahun Penghimpunan dana BPRS dalam bentuk Deposito Rp 2,09 triliun,sedangkan tabungan sebesar  Rp 558 milyar. Portofolio penyaluran dana didominasi pembiayaan murabahah 79,67 5, Bagi hasil  12,25 %, selebihnya ijarah multi jasa (5,31%) dan qardh 2,10 %) (Outlook Ekonomi Syariah 2014, MES)

     

    Dengan pertumbuhan yang besar tersebut, maka akan semakin banyak masyarakat yang terlayani. Makin meluasnya jangkauan perbankan syariah menunjukkan  peran perbankan syariah makin besar untuk pembangunan ekonomi rakyat di negeri ini. Kita punya obsesi, perbankan syariah  seharusnya tampil sebagai garda terdepan atau  lokomotif terwujudnya financial inclusion. Hal ini disebabkan karena missi dasar dan  utama syariah adalah pengentasan kemiskinan dan pembangunan kesejahteraan  seluruh lapisan masyarakat. Bank syariah harus dinikmati masyarakat luas bahkan di masa depan sampai ke pedesaan, seperti BRI. Seluruh  bentuk hambatan yang bersifat price maupun nonprice terhadap akses lembaga keuangan, harus dikurangi dan dihilangkan.

    Menurut survey Bank Dunia (2010), hanya  49 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Dengan demikian masyarakat yang tidak memiliki tabungan baik di bank maupun di lembaga keuangan non bank relative masih tinggi, 52 %. Kehadiran bank-bank syariah yang demikian cepat pertumbuhannya diharapkan akan mendekatkan masyarakat kepada lembaga keuangan formal, seperti perbankan syariah.

     

    Peluang

    Prospek dan peluang perbankan syariah di masa depan sangat cerah, positif  dan tetap menjanjikan. Peluang tersebut diindikasikan oleh beberapa hal.  Pertama, dengan pertumbuhan ekonomi yang masih terbuka dan diperkirakan mencapai 5.5 % sampai 5.9% pada 2014, maka ruang bagi perbankan syariah untuk tumbuh sangat terbuka. Ekonomi domestic yang ditopang oleh konsumsi masyarakat dan investasi masih tetap menjadi motor penggerak utama roda perekonomian nasional dimana keduanya menyumbangkan sekitar 88 % dari total prosuk domestic Bruto (PDB).

    Kedua, Inflasi yang rendah sebesar 5.5% dan pendapatan per kapita masyarakat yang terus meningkat yang tentunya  mendorong peningkatan  jumlah kelas menengah baru. Indikator-indikator ini  akan meningkatkan purchasing power masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah. Pertumbuhan pembiayaan  bank syariah diperkirakan sebesar  40% pada tahun depan.

    Ketiga, sejalan dengan itu, ekonomi Asia juga menunjukkan ketahanannya yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi rendah, sistem keuangan yang sehat, dan keseimbangan fiskal yang sehat. Semuanya menunjukkan hal yang positif bagi pertumbuhan perbankan syariah di masa depan

     

    Keempat, optimisme  pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia, ditopang oleh kondisi ekonomi Indonesia yang tetap baik.

     

    Berdasarkan agregat makro tersebut, perbankan syariah mempunyai opportunity yang besar untuk terus dapat berekspansi dan berkembang, dengan berbagai kebijakan yang produktif untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah, seperti leverage model perbankan syariah, inovasi produk, peningkatan layanan, seperti kemudahan transkasi, (utamanya payment),   perluasan jaringan kantor, peningkatan teknologi informasi, dsb

    .

    Proyeksi

    Menurut proyeksi moderat Bank Indonesia, asset perbankan syariah pada tahun 2014 menjadi Rp 283 triliun, tumbuh sekitar Rp  55 triliun (24 %)  dari sekarang yang masih Rp 228 triliun. Sedangkan proyeksi  optimis asset bank syariah sebesar 311 triliun, tumbuh sekitar 83 triliun (36,4%). Proyeksi moderat di atas,tampaknya sangat mungkin dicapai, bahkan menurut prediksi saya, angka itu akan terlampaui di akhir tahun 2014 nanti. Pada tahun 2014 diprediksikan pertumbuhan pendanaan (funding) akan lebih ketat dibandingkan pembiayaan, terutama dana-dana  murah. Namun demikian, kita optimis pengembalian dana ONH (Ongkos Naik Haji)  dari penempatan di sukuk ke perbankan syariah akan mendongkrak jumlah dana DPK di bank syariah, karena itu penempatan kembali dana ONH ke pangkuan syariah  sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat ekonomi syariah dan masyarakat muslim yang memahami manfaat  dana haji untuk kemaslahatan umat.

    Tantangan Bank syariah

    Perubahan yang akan mewarnai perkembangan dan pertumbuhan industry perbankan ke depan akan semakin dinamis sehingga akan mempengaruhi strategy dan business model industry perbankan syariah.Dalam konteks ini, terdapat  tiga  hal utama yang akan mewarnai perkembangan dan pertumbuhan indutstri perbankan, yang masing masing menuntut dukungan kebijakan yang tepat.

    Factor pertama, seiring peningkatan jumlah penduduk usia produktif serta membesarnya kelompok kelas menengah, konsumen perbankan syariah akan menuntut layanan yang lebih cepat, flexible, dengan produk yang semakin variatif, sebagaimana halnya dengan bank konvensional, termasuk interchangeability dari instrument pembiayaan syariah  dengan instrument pasar uang dan pasar modal syariah . Maka diperlukan pengintegrasian produk perbankan syariah dengan produk pasar uang dan pasar modal dalam upaya memperdalam instrument keuangan syariah  di pasar keuangan domestic. Hal ini membawa konsekuensi penigkatan risiko, dank arena itu perlu disiapkan berbagai perangkat mitigasinya.

    Faktor kedua, perbankan syariah harus siap meningkatkan penyaluran pembiyaan  investasi terutama di sektor manufaktur, energy, dan infrastruktur, dalam rangka memperbaharui dan merevitalisasi kapasitas perindustrian sehingga dapat menghasilkan produk-produk dengan nilai tambah tinggi. Oleh karena itu kitamengharapkan OJK me-review ketentuan terkait prinsip ke hati-hatian dalam proses pemberian pembiyaan agar dapat menyesuaikan dengan peningkatan kompleksitas produk dan usaha bank, serta mengantisipasi perubahan structural dalam perekonomian nasional. Alhamdulillah, Ketua OJK Muliaman D Hadad, sudah memiliki komitmen yang kuat untuk itu, yang disampaikannya pada acara Annual Financial Executive Gathering 2014, di Hotel Syahid Jakarta.

    Perbankan syariah juga harus mampu merespon dengan baik tuntutan yang muncul, termasuk ekspansi pembiayaan keberbagai sektor ekonomi yang sebelumnya belum tersentuh pembiayaan (uncharted territory). Dalam pelaksanaannya, respon bank syariah tetap harus memenuhi criteria aman baik dari sisi kehati-hatian pemberian pembiayaan  maupun kesesuaian dengan aspek syariah.

    Faktor ketiga, perubahan lanskap regulasi industri perbankan syariah yang menuntut reformasi yang komphrensif, mencakup antara lain struktur permodalan, likuiditas, governance, guna menurunkan probabilitas kegagalan institusi keuangan syariah

    Namun, di tengah keterbatasan modal domestic dan kecenderungan global yang membatasi keterlibatan modal asing pemenuhan peningkatan permodalan menjadi tidak mudah, Salah satu alternative peningkatan permodalan bank syariah adalah melalui pemupukan modal secara organic. Untuk itu, diperlukan komitmen dari pemilik dan pengurus bank agar dapat menyeimbangkan antara kebutuhan pembagian dividen dan pembelian remunerasi dalam upaya peningkatan permodalan institusi. Alternative penguatan modal lainnya adalah dengan mendorong perbankan untuk memanfaatkan intrumen pasar modal syariah

    Selain tiga tantangan besar di atas, tantangan perbankan syariah yang sudah di depan mata adalah MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) pada 2015. Perbankan syariah harus menyiapkan diri untuk menghadapi terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tersebut, mengingat Indonesia merupakan pasar potensial dengan ruang pertumbuhan yang sangat luas serta pencapaian kinerja yang lebih baik dibandingkan perbankan di negara lain.

    Sebagai contoh, return on asset perbankan Indonesia pada 2012 secara umum mencapai 3%, sedangkan perbankan Singapura dan Malaysia masing-masing hanya 1% dan 1,5%. Demikian pula dengan return on equity, perbankan Indonesia mencapai 21% jauh lebih tinggi daripada kedua negara tetangga tadi yang hanya 12% dan 17%. Kondisi ini tentunya akan menjadi daya tarik bagi bank/investor asing untuk masuk ke Indonesia. Perbankan syariah tidak boleh kalah bersaing dengan perbankan asing yang mulai menyerbu Indonesia.

    Kelima, dalam mengembangkan dirinya menjadi industry perbankan syariah yang unggul, perbankan syariah harus kreatif menciptakan inovasi produk sesuai dengan kebutuhan bisnis nasabah yang senantiasa berubah cepat. Jangan sampai, peluang-peluang besar dilepaskan hanya karena kekurang dalaman knowledge tentang syariah berwawasan maqashid , atau kekakuan dalam berijtihad keuangan. Regulator diharapkan bersikap akomodatif dan cepat dalam merumuskan regulasi yang kondusif untuk mendukung inovasi produk. Misalnya, produk Margin During Contruction (MDC), pembiayaan multiguna, Musyarakah Mutanaqishah, treasury products (i.e. hedging), PRKS yang fleksibel, pasar uang syariah dengan komodity syariah, sindikasi pembiayaan dengan bank konvensional, leverage model, dan sebagainya. Regulator juga seharusnya mengakomodasi akad-akad yang terjadi dalam sejarah Islam, seperti bay’ wafa’, bay istighlal, bay istikjar, bay’ tawarruq fiqhiy, dan sebagainya. Asal jangan bay’ ‘inah dan tawarruq munazzam, karena bay ’inah dengan tegas dilarang dalam 5 hadits Nabi Saw.

    Keenam, SDM adalah pilar utama pengembangan perbankan syariah. Penambaahan SDM yang kompeten dengan jumlah yang cukup menjadi tuntutan mutlak. Karena itu,manajemen bank syariah harus memprioritaskan penciptaan SDM yang berkompeten dan berkualitas ini, dengan terus menerus mengikuti training dan workshop atau kuliah pascasarjana.

    Ketujuh, Tantangan berikutnya adalah perbaikan kualitas pelayanan perbankan syariah agar dicapai tingkat exellence. Kualitas pelayanan perbankan syariah harus setara, bahkan melebihi pelayanan konvensional.

     

    Kedelapan  Pemanfaatan technologi IT untuk mendukung layanan,kemudahan akses pembayaran (internet banking, sms banking)  serta  terciptanya produk-produk baru.

     

    Kesembilan, pelayanan pembiayaan kepada sektor UMKM dan pembiayaan produktif, harus diprioritaskan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi  yang inklusif yang menyentuh masyarakat secara luas. Upaya ini dapat ditambah dengan membangun linkage program dengan lembaga keuangan mikro syariah, seperti KJKS, BMT dan BPR syariah. Jumlah BMT yang mencapai 5000-an, bisa dijadikan sebagai shadow banking untuk menjangkau lapisan masyarakat yang paling bawah, sehingga perbakan syariah berada di garda depan dalam mewujudkan visi  financial inclusion.

    Kesepuluh,  peningkatan pemahaman masyarakat tentang produk  bank syariah dan peningkatan pemahaman dan tindakan bankers syariah yang berlandasan maqasid syariah. Edukasi dan sosialisasi, harus terus digalakkan dengan gerakan-gerakan sinergis, seperti sinergi dengan IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), MES, FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam), kerjasama dengan Ratusan Perguruan Tinggi se-Indonesia, ormas-ormas Islam,  MUI Daerah dan sebagainya.

    Kesebelas, penyediaan modal sendiri harus terus disiapkan untuk memenuhi ketentuan BI tentang multiple license dan atau ketentuan risk management. Bank Syariah harus segera meningkatkan posisinya dari Buku I menjadi Buku II. Bahkan dari Buku II menjadi Buku III, agar bisa berkembang dan ekspansi lebih luas. Namun saat ini, dari  11 Bank Umum Syariah, tidak ada bank syarah yang masuk buku III dan Buku IV, hanya tiga bank yang masuk dalam BUKU II,  selebihnya masuk kategori buku I.

    Keduabelas, bagaimana memperbesar porsi peningkatan pembiayaan ke sektor-sektor yang produktif dan beresiko rendah, seperti infrastrktur yang dibiayari APBN. Bank-Bank Syariah bisa melakukan sindikasi tidak saja sesama bank syariah tetapi juga dengan bank konvensional. Selanjutnya pembiayaan segmen konsumer akan lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan non konsumer. Untuk itu bank syariah harus memanfaatkan kemurahan DP pembiayaan melalui Musyarakah Mutanaqishah dan Ijarah Muntahiyah bit Tamlik yang 20 %, , bahkan bisa mengembangkan konsep Mudharabah Muntahiyah bit Tamlik, yang membolehkan DPnya 10 % bahkan 0 %. Celah regulasi ini harus secara cerdas dimanfaatkan oleh perbankan syariah.

    Ketigabelas, membangun brand positioning yang kuat melalui kegiatan promosi dan edukasi yang efektif serta penerapan nilai-nilai syariah sebagai faktor pembeda (differentiator) dengan system konvensional

    Keempatbelas, pembukaan outlet baru untuk mendukung peningkatan daya jangkau dan perbaikan kualitas layanan. Jadi selain mengandalkan leverage model dan office channeling, perbankan syariah juga harus ekspansi dengan pendirian outlet baru. Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berjaringan massif harus diutamakan, seperti PT POS dalam gerakan funding.

    Arah Pengembangan Bank Syariah

    Arah pengembangan perbankan  syariah di  masa depan (2014) tergambar pada poin berikut.

    Pertama, Pertumbuhan  industri perbankan syariah yang relatif masih cukup tinggi jika dibandingkan lembaga keuangan  secara umum maupun  keuangan syariah secara global di tengah kondisi perekonomian  yang masih  dalam tahap pemulihan, membuktikan lembaga perbankan  syariah nasional  mampu mempertahankan eksistensi dan perkembangannya dalam menghadapi situasi perekonomian, walaupun memiliki tantangan dari segi SDM, produk,  jaringan dan permodalan .

    Kedua, Perubahan fungsi institusi pengawasan  dan pengaturan perbankan syariah dan Lembaga Pembiyaan Ekspor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga diharapkan tetap mempertahankan kesinambungan perkembangan perbankan syariah  kedepannya.  Kerjasama yang erat antara  BI (otoritas makroprudensial) dan  OJK (otoritas mikroprudensial)  menjadi salah satu pilar penting  dari arah  kebijakan perbankan  syariah di masa mendatang.

    Ketiga, Kerjasama dan  kordinasi antar otoritas, termasuk Mahkamah Agung dan DSN-MUI, Kemenkop  seharusnya lebih dikembangkan (dioptimalkan) sebagai stakeholders penting keuangan syariah dalam pengambilan kebijakan sehingga terjadi sinergi kebijakan beserta implementasinya dalam mendorong pengembangan  keuangan syariah  yang lebih terintegrasi dan cross sector, dan  dapat membuat keuangan syariah  berkontribusi  lebih signifikan dalam perekonomian nasional.

    Keempat, Penguatan struktur industri keuangan dan perbankan untuk mendukung pengembangan & transformasi ekonomi nasional. Koordinasi dan kolaborasi mikroprudensial dan makroprudensial untuk stabilitas sistem keuangan. Pembangunan dan Gerakan Literasi keuangan Syariah melalui  Edukasi dan promosi yang lebih terintegrasi dan masif oleh segenap elemen pegiat syariah

    Penguatan struktur keuangan dan perbankan  syariah  dengan mendorong peningkatan alokasi pembiayaan produktif  & UMKM, menjadi garda depan gerakan financial inclusion serta mendorong perluasan outreach jaringan dalam melayani kebutuhan masyarakat (a.l. delivery channel, implementasi aturan jaringan kantor perbankan syariah), leverage model, dsb. Selain itu penguatan perbankan syariah di sektor permodalan dan penguatan manajemen risiko mengacu standar internasional. Terakhir  mendorong bank syariah untuk menerapkan GCG, sehingga   transparansi & governance keuangan berjalan dengan baik.

    Kelima, Kebijakan makroprudensial yang diarahkan untuk memperkuat komposisi  pembiayaan kepada sektor-sektor produktif yang mendukung peningkatan kapasitas perekonomian ; Penerapan FTV, dan larangan KPR Indent.

    Keenam ,Meningkatkan edukasi dan komunikasi produk perbankan syariah. Perlu ditambahkan bahwa faktor pengawasan yang kuat secara internal dan eksternal mutlak dibutuhkan. Jumlah dan skala bisnis bank yang beragam menyebabkan risiko yang dihadapi akan relatif beragam sehingga penguatan fungsi pengawasan regulator sebagai bagian dari early warning sistem akan menjadi kunci dalam mengantisipasi munculnya risiko sistematik yang mungkinj terjadi di masa-masa yang akan datang.

     

    Ketujuh , Mengembangkan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor produktif. Regulator hendaknya menjadikan maqashid syariah sebagai pedoman dalam membuat regulasi dan mengawasi bank-bank syariah.  Produk-produk yang telah memenuhi maqashid syariah dan terhindar dari risiko-risiko makro ekonomi, sepatutnya dapat diterima.Produk MDC,refinancing dan MMq seharusnya sudah bisa diterapkan secara luas di bank syariah,

    Kedelapan ,Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk dengan berbagai program seperti leverage model, dsb. Leverage model merupakan penyaluran pembiayaan syariah melalui kantor cabang induk perusahaan. Artinya bank umum syariah (BUS) akan menggunakan cabang milik bank umum konvensional dalam menawarkan produk-produk syariah. Sistem ini sebenarnya mirip dengan office channeling yang sudah berjalan, Cuma office channeling hanya terbatas pada penghimpunan dana (funding). Dengan leverage model, bank konvensional dapat menyalurkan pembiayaan syariah dengan menggunakan akad-akad syariah dan ketentuan syariah.

     

    Cara ini memiliki banyak manfaat, pertama, mendorong peningkatan pertumbuhan dan market share perbankan syariah. Sebagaimana dimaklumi, market share perbankan syariah syariah sat ini, baru sekitar 4 persen. Dengan system leverage model diharapkan ekspansi pembiayaan perbankan syariah makin besar. Kebijakan ini sangat strategis dalam mendongkrak pertumbuhan asset perbankan syariah, namun  bank syariah harus lebih agressif dalam menghimpun dana masyarakat (DPK), karena selama ini bank syariah juga kekurangan likuiditas, hal itu terlihat dari FDR bank syariah yang berada di atas 100 persen. Untuk itu dana haji wajib ditempatkan di bank-bank syariah agar likuiditas bank syariah cukup dan memadai. Kedua, leverage model akan meningkatkan efisiensi perbankan syariah karena cara ini akan  mengurangi biaya Bank Umum Syariah (BUS) dalam ekspansi pembukaan cabang. Biaya membuka cabang baru jauh lebih mahal. Dengan demikian system leverage model akan lebih efektif dan efisien dalam pemasaran produk, tanpa membuka jaringan kantor cabng baru, sehingga beban operasional bank syariah bisa turun. Selama ini BOPO bank syariah selalu lebih tinggi dibanding bank konvensional. Apalagi pemerintah OJK saat ini mendesak bank-bank agar hemat dan efisien dengan menargetkan BOPO tidak lebih dari 60 %.

    Eksplorasi dan analisis terhadap delapan   arah kebijakan perbankan syariah di atas memerlukan kajian yang lebih luas dan panjang,karena itu tidak bisa diuraikan di sini.   Kita berharap delapan  arah pengembangan tersebut dapat dijalankan dengan baik dan optimal, mengingat tantangan-tantangan  di atas yang demikian kompleks.

    Beralihnya fungsi pengawasan perbankan kepada OJK pada tahun 2014 ini memunculkan harapan kuat bahwa fungsi pengawasan pada lembaga keuangan akan lebih terintegrasi terkoneksi dan terkordinasi, terutama dalam mengantisipasi imbas krisis global yang terjadi sekarang. Peralihan di tahap awal ini hendaknya dijadikan sebagai tahap pematangan di tingkat implementasi dari semua pihak yang terlibat agar fungsi dan harapan dari terbentuknya OJK benar-benar tercapai. Beralihnyapengawasan Bank Indonesia ke OJK adalah tuntutan Undang-Undang, karena itu kita tidak perlu dan tidak ada gunanya meragukan perubahan system ini dengan melihat kegagalan Inggris. Analisis seperti itu tidak ada gunanya, karena Undang-Undangnya sudah lahir dan lembaganya sudah terbentuk. Sekarang tugas kita adalah memberhasilkan program OJK, sebagai lembaga pengawas perbankan  dan lembaga keuangan di Indoneia. Sekali OJK tetap OJK.

     

     

     

     

    BPJS dan Jaminan Sosial Syariah

    4

    Posted on : 17-01-2014 | By : Agustianto | In : Artikel, Fikih Muamalah, Kabar Aktual

     

     

     

    Jaminan social (at-takaful al-ijtima’iy) adalah salah satu rukun ekonomi Islam yang paling asasi (mendasar dan esensial) di antara tiga rukun ekonomi Islam lainnya. Prof.Dr Ahmad Muhammad ‘Assal, Guru Besar Universitas Riyadh, Saudi Arabia, dalam buku An-Nizam al-Iqtishadity al Islami, menyebutkan bahwa rukun paling mendasar dari ekonomi Islam ada tiga, yaitu, kepemilikan (al-milkiyyah), kebebasan (al-hurriyyah) dan jaminan social (at-takaful al-ijtima’iy).

    Jaminan social, dengan demikian, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam, karena itu secara substansial, program pemerintah Indonesia menerapkan system jaminan social di Indonesia, melalui konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah diundangkan tahun 2004 dan  melalui pembentukan BPJS yang diundangkan tahun 2011, sesungguhnya merupakan tuntutan dan imperative dari ajaran syariah. Maka kita patut bersyukur dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Negara atau ulil amri (pengelola Negara) yang telah menerapkan program kesejahteraan masyarakat melalui pembetukan BJPS ini, baik BJPS Kesehatan maupuan BJPS ketenagakerjaan.    

     

    Namun harus dicatat, jaminan sosial dalam studi Islam, terdiri dari dua macam :

    Pertama jaminan sosial tradisional, yaitu tanggung jawab negara untuk menjamin kebutuhan dasar rakyatnya melalui Instrumen-instrumen filantropi seperti zakat, infak, sedeqah, waqaf dan bahkan termasuk pajak. Al-Quran sering menyebut doktrin jaminan sosial dalam bentuk instrumen zakat, infaq, sedeqah dan waqf yang dananya digunakan untuk kepentingan  penjaminan pemenuhan  kebutuhan dasar dan kualitas hidup yang minimum bagi seluruh masyarakat, khususnya fakir miskin dan asnaf lainnya. Jaminan sosial dalam pengertian ini dimaksudkan untuk memenuhi  kebutuhan  masyarakat yang memerlukan bantuan negara. Jaminan sosial dalam bentuk ini bertujuan humanis (filantropis) serta tujuan-tujuan bermanfaat sosial lainnya menurut syariat Islam, seperti pendidikan, dan kesehatan bahkan sandang dan pangan. Jaminan sosial dalam definisi ini tidak mewajibkan rakyat membayar sejumlah iyuran (premi) ke lembaga negara (Badan Pengelola Jaminan Sosial), karena sumber dananya berasal dari zakat, infaq, sedeqah, waqaf, diyat, kafarat, warisan berlebih, dsb.

     

    Kedua, Jaminan sosial yang berberbentuk asuransi sosial (at-takmin al-ta’awuniy). Dalam konsep jaminan sosial, baik di bidang kesehatan, ketenagakerjaan, hari tua dan kematian, seluruh rakyat diwajibkan untuk membayar premi secara terjangkau. Konsep jaminan sosial dalam bentuk at-takmin at-ta’awuniy ini, merupakan implementasi dari perintah Al-quran agar hambanya saling menolong (ta’awun), dan saling melindungi. Cukup banyak ayat Alquran, apalagi hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar manusia saling menolong, saling melindungi, saling menyayangi. Implementasi dari doktrin syariah tersebut diwujudkan dalam bentuk asuransi kesehatan  dan ketenagakerjaan.

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep Jaminan Kesehatan Nasinoal dan BPJS sesungguhnya adalah penerapan at-takmin at-ta’awuniy yang sangat didukung dan didorong oleh ajaran syariah Islam. Konsep  Islam mengenai jaminan social ini sejalan pula dengan UUD 45. Landasan  konsitusisonal Negara Indoenesia ini dengan jelas  mengintruksikan bahwa salah satu tugas negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan mengembangkan suatu sistem jaminan social (at-takaful al-ijtima’iy).

    Dalam UU BPJS No 40/2011 disebutkan bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan  program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;  Menurut UU BPJS tersebut, Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk  perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya  yang layak.

    Pasal 3 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS  bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya  pemberian jaminan, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.

    Sebelum UU BPJS lahir, pemerintah sudah  mengeluarkan UU mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yakni UU No 40/2004. UU tentang JKN ini adalah seruan imperatif dari UUD 1945. Untuk merealisasikan sistem jaminan sosial itu pemerintah menerbitkan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun kalau dilhat jarak tahun antara kedua UU tersebut,  implementasi UU JKN ini memakan waktu yang sangat panjang, karena  baru pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan UU No 24/2011 tentang BPJS. Berarti selngg waktunya 7 tahun.

    Melalui undang-undang No 40/2004 tentang JKN tersebut, negara ini sesungguhnya telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya. Walaupun implementasinya terlambat dan lama baru bisa dirasakan masyakakat.

    Berdasarkan  Undang-Undang BPJS itu, maka dibentuklah dua BPJS, Pertama BPJS Kesehatan, transformasi dari PT Askes-yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan Kedua, BPJS Ketenagakerjaan-transformasi dari PT Jamsostek-yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

    BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ini telah resmi terbentuk dan mulai beroperasi 1 Januari 2014 setelah diresmikan Presiden SBY pada 31 Desember 2013. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap ke seluruh lapisan masyarakat.

    Pelayanan kesehatan menduduki posisi yang sangat penting dalam syariah. Pelayanan kesehatan adalah bagian dari maqashid syariah, yaitu melihara diri (jiwa) yang disebut oleh ulama dengan istilah hifz al-nafs. Resiko-risiko ketenaga-kerjaan yang mungkin dialami oleh para karyawan, juga harus dilindungi, termasuk jaminan hari tua dan kematian para karyawan. Semuanya merupakan perintah dari syariah.

    Oleh karena itu masyarakat ekonomi syariah sangat mendukung kehadiran BPJS. Dengan kehadiran BPJS  diharapkan persoalan layanan kesehatan yang masih menjadi beban berat bagi sebagian besar warga bisa  teratasi sedikt demi sedikit. Secara total Badan tersebut akan mengelola jaminan bagi sekitar 176,84 juta penduduk. Dari jumlah itu Negara menjamin 86,4 juta warga miskin Indonesia dengan subsidi dari APBN. Warga Negara yang mampu akan membayar iyuran kepesertaan.

    Bagi warga miskin yang berjumlah 86,4 juta, pemerintah menyediakan anggaran subsidi. Khusus untuk subsidi premi warga miskin, pemerintah melalui APBN 2014 akan mengalokasikan anggaran besar Rp19,93 triliun. Jumlah itu merupakan sebagian dari total Rp26 triliun yang dianggarkan pemerintah untuk seluruh jaminan sosial nasional.

    Selain jaminan kesehatan, pemerintah juga akan memberikan perhatian yang serius pada jaminan ketenagakerjaan dan menjanjikan agar asas manfaat bagi pengusaha dan pekerja peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus melebihi manfaat yang diterima pada saat menjadi peserta Jamsostek.

    Itu berarti manfaat tambahan yang diterima peserta juga tidak boleh berkurang, bahkan sebaliknya harus memberikan yang lebih baik dibandingkan saat dana pengusaha dan pekerja masih dikelola PT Jamsostek.

    Selama ini, pengelolaan PT Jamsostek memberikan manfaat bagi peserta tidak hanya yang wajib berupa Jaminan Hari Tua, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, maupun Jaminan Kematian, tetapi juga manfaat tambahan lainnya seperti beasiswa untuk anak pekerja, pinjaman uang muka perumahan, pembangunan rumah susun sewa, dan pinjaman lunak bagi koperasi.

    Kebijakan Negara untuk kesejahteraan rakyat Indonesia ini merupakan tonggak baru di Indonesia, dimana Negara semakin menunjukkan perannya dalam pembangunan kesejahteraan rakyat seperti dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.

    Secara konsepsional, keberadaan BPJS benar-benar mulia dan syar’iy, sebagaimana tercermin pada pasal 4 UU BPJS No 24/2011 :

    “BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:

    a. kegotongroyongan;

    b. nirlaba;

    c. keterbukaan;

    d. kehati-hatian;

    e. akuntabilitas;

    f. portabilitas;

    g. kepesertaan bersifat wajib;

    h. dana amanat; dan

    i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

    program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta”.

     

    Semua prinsip di atas merupakan prinsip syariah yang wajib dijunjung tinggi. Kegotongroyongan (at-ta’wun), nirlana (tabarru’), keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, dana amanat dan pernyataan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

    program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta. Oleh karena kandungan kemaslahatan dan maqashid syariah yang demikian nyata, maka semua warga Negara Indonesia harus mengikuti program ini demi terciptanya tolong menolong (at-ta’awun) nasional

     

    Usulan Masa Depan.

    Sebagaimana disebut di atas, bahwa program jaminan social melalui BPJS ini merupakan ajaran dari syariah dan secara substansial merupakan kehendak syariah. Namun, di masa depan system pengelolaan (menajemennya) perlu dibentuk unit syariah yang menjalankan system operasinya seuai dengan prinsip syariah.   Ketika program jaminan social dikelola sebuah lembaga, seperti BPJS, maka prinsip-prinsip   at-takmin at-ta’awuniy (asuransi social), seharusnya diterapkan. Untuk menerapkan prinsip itulah diperlukan Unit Syariah. Dalam Unit Syariah, dana premi yang dibayarkan peserta, dibagi kepada beberapa bagian.  Bagian  pertama untuk dana tabarru’,yang akan digunaan untuk membayar klaim jika peserta sakit, sehinngga sumber dananya jelas (tidak gharar). Untuk dana tabarru’ ini  dibuka rekening khusus dana tabarru’., Bagian yang lainnya digunakan untuk ujrah (fee) bagi pengelola BPJS. Inilah konsep asuransi syariah, memisahkan dana tabarru’ dengan dana bukan tabarru’, sehinga tidak bercampur dana tabarru dan dana bukan tabarru’.

    Usulan berikutnya, adalah sebaiknya sebagian dana jaminan social yang terkumpul nantinya diinvestasikan di investasi yang halal, produktif (menguntungkan), sedikit resikonya dan mendatangkan manfaat bagi perekonoman Indonesia baik dalam skala mikro maupun makro. Contohnya investasi di Sukuk Negara (SBSN), perbankan syariah dan sukuk corporate syariah seperti multifinance syariah, pegadaian syariah, Lembaga Pembiayaan Ekspor Syariah (Indonesia Exim bank) serta pasar modal syariah.

    Penempatan dana untuk  investasi tersebut di atas, sesungguhnya sesuai dengan   Pasal 11 UU BPJS yang bunyinya sebagai berikut :

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk:

    a. menagih pembayaran Iuran;

    b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai

     

    Perlunya sosialisasi

    Oleh karena konsep BPJS adalah barang baru di Indonesia, maka upaya sosialisasi yang lebih intens  perlu dilakukan. Sosialisasi itu terutama mengenai bentuk pelayanan dari BPJS Kesehatan dan juga termasuk koordinasi manfaat antara asuransi swasta dan BPJS Kesehatan. Banyak stakeholders dan masyarakat yang menilai bahwa sosialisasi BPJS masih kurang. Pejabat dan manajemen BPJS  harus melakukan pekerjaan rumah ini agar pelaksanaan jaminan sosial ini bisa dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan pelayanan social ini.

    WORKSHOP ON ISLAMIC TRADE FINANCE DI JAKARTA 18 – 19 November 2015 di Jakarta

    Komentar Dinonaktifkan pada WORKSHOP ON ISLAMIC TRADE FINANCE DI JAKARTA 18 – 19 November 2015 di Jakarta

    Posted on : 11-01-2014 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual, Seminar & Training

     

    Dasar Pemikiran

    Perkembangan perbankan dan keuangan syariah bergerak dengan cepat dan menghadapi tantangan yang makin kompleks. Perbankan syariah harus bisa memenuhi kebutuhan bisnis yang selalu berubah cepat dengan menyajikan produk-produk inovatif dan lebih variatif guna menunjang perkembangan bisnis baik regional maupun internasional.

    Tantangan ini menuntut para praktisi, regulator, notaris, dewan syariah dan akademisi bidang keuangan syariah untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam memberikan respon dan memahami dengan baik perkembangan mutakhir inovasi produk dan permasalahannya khususnya di bidang pembiayaan ekspor impor.

    Salah satu produk perbankan yang sangat penting, strategis dan profitable adalah trade finance, yaitu industri perdagangan international yang bergerak dalam kegiatan ekspor. Perbankan syariah di Indonesia di masa depan diharapkan dapat berkiprah dalam pembiayaan ekspor guna peningkatan ekspor nasional.

    Perbankan harus bisa memanfaatkan peluang dengan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi untuk pengembangan produk yang berorientasi ekspor.

    Untuk itulah Indonesia Exim Bank sebagai lembaga pembiayaan ekspor yang telah berpengalaman dalam trade finance bekerjasama dengan Iqtishad Consulting  menggelar Workshop on Islamic Trade Finance bagi bank – bank syariah, baik Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembangunan Daerah.

    Tujuan

    1.    Melahirkan praktisi-praktisi syariah yang memahami perdagangan internasional di bidang industri ekspor, mekanisme perdaganan internasional, metode pembayaran internasional, jenis-jenis L/C, dasar hukum L/C, prosedur ekspor impor dengan L/C, pengisian dokumen L/C, manfaat dan fungsi L/C, serta bagaimana mamaksimalkan keuntungan L/C

    2.    Meningkatkan pemahaman para direktur bank syariah, group head, kepala divisi, manager direktur / pimpinan keuangan syariah (BPRS, BMT) , Officer bank syariah/lembaga keuangan syariah akan produk – produk pembiayaan ekspor impor (Trade Finance) dan permasalahannya dalam pembiayaan syariah.

    3.    Memberikan kesempatan kepada peserta dan lembaga untuk bekerjasama lebih lanjut dengan Indonesia Eximbank dalam bidang pembiayaan ekspor dan perdagangan Internasional.

    Sasaran peserta

    Direksi Bank Umum Syariah dan Para Pejabat Bank terkait, Ka. Divisi UUS, Ka Divisi Syariah Bank Pembangunan Daerah/officer, Group Head Bank Syariah, Kepala Cabang, Notaris, Dosen Perbankan Syariah, Dosen Islamic Finance, Dosen Hukum Ekonomi Islam, Pengusaha berorientasi ekpor, Mahasiswa S3, S2, Direktur BPRS, Praktisi LKS, Law Firm, dll.

     

    Profil Trainer

    1.    Agustianto Mingka adalah Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Wakil Sekjen MES Pusat, Anggota Pleno DSN MUI, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia, Dosen Program Doktor Islamic Economics and Finance Univ. Trisakti, Dosen Pascasarjana Univ.  Paramadina, Dosen Pascasarjana MAKSI UNPAD Bandung, Dosen Program S2 Magister Ekonomi Islam Universitas Az-Zahra. DPS di beberapa lembaga keuangan syariah seperti Indonesia Eximbank (LPEI), Asuransi Jasa Raharja Putra, SMS Finance dll. Pendidikan S1, S2 IAIN SU, S3 Program Doktor Ekonomi Islam UIN.

     

    2.    Komarruzaman adalah AVP/Head of Sharia Financing Departement Indonesia Eximbank Jakarta. Beliau Memiliki pengetahuan dalam bidang Pembiayaan Sindakasi, Club Deal Deal, Korporasi dan Trade Finance secara Syariah, serta mempunyai pengetahuan dalam bidang Syariah Asset Liability Management dan Treasury Management.

     

    3.    Yufri Yusuf adalah Konsultan Trade Finance di Indonesia Eximbank, Instruktur Transaksi Perdagangan Internasional /Trade Finance diberbagai lembaga al: PT. Bank BNI (Persero), PT. Bank Dagang Negara (Persero), Lembaga Pendidikan Perbankan Indonesia (LPPI), Bank BPD Riau, Bank BPD Sumut, Bank BPD Bali, Bank BPD Jateng, Bank BPD Jatim, Bank BPD Jabar Banten, Sands Consulting, Insite Institute, KADINDA Jateng, Pendidikan  Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI), Kemendag, Pusat dan Promosi Ekspor Sumatera Utara. Dan juga expert di bidang Letter of  Credit (L/C), Transaksi Ekspor, Transaksi Impor, SKBDN, Pengantar Perdagangan Internasional, Transaksi Jasa Internasional dan Trade Finance.

     

     

    Materi

    1.   Overview Perdagangan Internasional

    2.   Karakteristik Perdagangan Internasional

    3.   Resiko Perdagangan Internasional

    4.   Pihak – Pihak yang terlibat dalm Perdagangan Internasional

    5.   Metode Pembayaran Perdagangan Internasional (Payment method L/C)

    6.   International Rule in Practical  of L/C

    7.    Jenis – Jenis L/C

    8.   Term & Condition in L/C

    9.   L/C in Practical

    10.   Pembiayaan Ekspor dan Impor Syariah

    11.   Case Study Pembiayaan Ekspor dan Impor Syariah

    12.   Desain akad – akad pembiayaan ekspor impor.

    • Murabahah
    • Musyarakah
    • Mudharabah
    • Musyarakah Mutanaqishah
    • IMBT dan  IMFZ
    • Jaminan (collateral)
    • Refinancing
    • Take Over murni
    • Take Over dan Refinancing
    • Hawalah dan forfaiting
    • Kafalah
    • Wakalah

     

     

     

     

    Waktu dan Tempat

    Waktu    : 18 – 19 November 2015

    Tempat  : Hotel Sofyan Betawi Jakpus

     

    Biaya/Investasi

    Perorangan    : Rp. 3.000.000/org

    Group Min 3 org     : Rp. 2.500.000/org

    Group Min 5 org     : Rp. 2.000.000/org

    *Tidak termasuk penginapan

     

     

    Fasilitas

    Modul Training, Makan Siang. Snack, Coffee Break, Ruang Klas ber-AC, CD Materi (softcopy materi, 83 fatwa DSN-MUI, kompilasi hukum ekonomi ekonomi syariah)  dan Sertifikat.

     

     

    CP dan Pendaftaran

    Joko  : 082110206289, 085716962518  (dimasjoko@gmail.com)

    Pin BB: 3105c404

    Sigit :  087774862785 /   sigithartono99@gmail.com

     

     

    Iqtishad Consulting

    Lembaga Training dan Consulting Keuangan Syariah

    Alamat Kantor

    Jl.Setiabudi Tengah No.29 Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan 12910 (Kantor Pusat MES)

    Tlp    : 021-91859977, 52901083  Fax   : 021-52901083

    Email: admin@iqtishadconsulting.com

    Website : www.iqtishadconsulting.com

     

     

     

    Training Notaris: Aspek Legal dan Kontrak-Kontrak Produk Perbankan Syariah (Jakarta – Surabaya – Yogyakarta – Bali)

    0

    Posted on : 29-12-2013 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual, Seminar & Training

     

    Pendahuluan

    Perkembangan perbankan dan keuangan syariah bergerak dengan cepat dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi antara 40-45 persen pertahun. Pertumbuhan ini menimbulkan kebutuhan akan notaris yang memahami praktek perbankan syariah, khususnya mengenai kontrak-kontrak produk perbankan syariah. Para notaris harus memahami dengan baik design dan format kontrak-kontrakriah yang diterapkan di perbankan syariah.

    Siapa yang sudah Ikut?

    Peserta yang telah mengikuti Training ini antara lain berasal dari Bank Muamalat Indonesia pusat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega, Bank BTN Syariah, Bank BRI Syariah, CIMB Niaga Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Permata Syariah, Para Pimpinan Divisi Syariah Bank Pembangunan Daerah Se-Indonesia, Direktur Utama BPRS Se-Indonesia, Dewan Pengawas SyariahBank Syariah, Pegadaian Syariah, Departemen Keuangan, Bapepam LK, Dosen Pascasarjana FH UI, Dosen dan mahasiswa Pascasarjana PSTTI Universitas Indonesia, Dosen Pascasarjana Unpad Bandung, para Doktor Syariah dari UIN/IAIN, Dosen Ekonomi Islam FE UNAIR, Dosen Politeknik Negeri Medan, Dosen Universitas Sriwijaya Palembang, Dosen UMI Makasar/Mahasiswa Doktor Ekonomi Islam UKM Malaysia, PT.Indosat,Tbk, AZP legal consultant, para notaris/PPATyang berasal dari seluruh Indonesia, seperti Jakarta, Jawa Barat (Bandung, Bogor, Bekasi, Depok), Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Medan, Aceh. Padang, Palembang, Pekanbaru, Lampung, Jambi, Aceh dan Kalimantan.

    Tujuan

    Training ini akan memberikan pemahaman kepada notaris tentang aspek legal perbankan syariah dan kontrak-kontrak pada produk pembiayaan syariah di bank syariah.

    Peserta Training

    Para Notaris dan Perwakilan dari instansi lembaga keuangan syariah maupun lembaga Hukum (praktisi hukum ekonomi syariah), Officer Bank Syariah, Direksi/Ka.Divisi Bank Syariah, dan LKS, Dewan Pengawas Syariah (DPS), Staf Legal Corporate, dll.

    Materi Training

    Hari I:

    1. Prinsip-Prinsip dan Teori Akad Syariah
    2. Perundang-Undangan dan Regulasi tentang Perbankan Syariah
    3. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang perbankan syariah.
    4. PBI (Peraturan Bank Indonesia) ttg Produk Pembiayaan
    5. Produk-ProdukFinancing (Pembiayaan) Bank Syariah

    Hari II:

    1. Kontrak Pembiayaan Murabahah
    2. Kontrak Pembiayaan Mudharabah
    3. ‚Kontrak Pembiayaan Musyarakah
    4. Kontrak Pembiayaan Salam dan istishad
    5. Kontrak Pembiayaan Ijarah dan IMBT
    6. Kontrak Pembiayaan Take Over
    7. Kontrak Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah
    8. Kontrak Pembiayaan Line Facility
    9. Kontrak Pembiayaan Rahn
    10. Penerapan Hybrid Contract pd Produk Perbankan Syariah

    Profil Trainer

    Drs.Agustianto,MA

    Ketua I DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Anggota Pleno Dewan Syariah Nasional MUI, dan Trainer pada International Islamic Banker Management Trainee Program for Certified Islamic Banking Products dan berpengalaman bertahun-tahun sebagai Advisor Bank Muamalat Indonesia.

    Beliau adalah dosen pascasarjana bidang fiqh muamalah ekonomi keuangan kontemporer, di beberapa universitas terkemuka di Indonesia,dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah PSTTI Universitas Indonesia (UI), dosen Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti, dosen Pascasarjana Manajemen Perbankan dan Keuangan Syariah di Universitas Paramadina, dan Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam Universitas Az-Zahra, Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam IAIN, Dia juga mengajar di UIN Syarif Hidayatullah

    Pendidikannya S1 dan S2 Bidang Syariah di IAIN-SU, dan S3 di Program Doktor Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Selain aktif sebagai pembicara pada berbagai forum seminar dan workshop baik nasional maupun internasional, beliau juga adalah penulis produktif tentang ekonomi Islam di berbagai media massa nasional cetak dan elektronik

    Beliau juga banyak diamanahkan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di berbagai lembaga keuangan syariah di Indonesia.

     

    Drs.H.Mohamad Hidayat,MH,MBA

    • Anggota DSN Majelis Ulama Indonesia
    • DPS Bank Syariah Mandiri
    • DPS Bank BTN Syariah
    • DPS Asuransi Allianz

     

    Biaya Training dan Peserta

    Harga 2.500 000/peserta, grup minimal 3 orang 3p 2.2 juta, Jika 5 orang @Rp 2 juta/peserta,

    *Peserta training merupakan Notaris.

    Waktu dan tempat acara

    Jakarta27 – 28 Januari

    Medan :

    Surabaya : 30 September – 1 Oktober 2016.

    Bali : 25 – 26  November 2016

    Informasi:

    Sdr. Joko Wahyuhono

    Hp : 082110206289 / 085716962518.

    Sdr. Hafiz

    Hp : 08081286237144

    Kantor:

    Jl.Setiabudi Tengah No.29 Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan 12910

    Tlp:021-91859977,Fax:(021) 52901083

    Email: admin@iqtishodconsulting.com, dimasjoko@gmail.com

    Blog http://jokosyariah.blogspot.com/

    Training dan Workshop Hybrid Contracts pada Produk Perbankan Syariah Tanggal 21 – 22 April 2017 di Jakarta.

    0

    Posted on : 29-12-2013 | By : Agustianto | In : Info Media, Kabar Aktual, Seminar & Training

     

     

    Dasar Demikian

    Perkembangan perbankan dan keuangan syariah syariah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menghadapi tantangan yang makin kompleks. Tantangan itu antara lain harus bisa memenuhi kebutuhan bisnis yang selalu berubah cepat dengan   menyajikan produk-produk   inovatif dan lebih variatif serta  pelayanan yang memuaskan berdasarkan panduan syariah.   Tantangan  ini menuntut para praktisi, regulator, konsultan, dewan pengawas syariah dan  akademisi bidang keuangan syariah untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam memberikan respon terhadap perkembangan tersebut. Praktisi yang melakukan inovasi produk; regulator yang membuat aturan yang kondusif, akademisi yang menciptakan produk baru melalui penelitian, semuanya harus berada dalam koridor syariah dan sinaran maqashid syariah.

    Salah satu pilar penting untuk menciptakan produk perbankan dan keuangan syariah dalam menyahuti tuntutan kebutuhan masyarakat modern, adalah pengembangan teori hibryd conctracts (al-‘ukud al-murakkabah).  Dr Mabid Al-Jarhi, mantan direktur IRTI IDB pernah mengatakan, kombinasi akad di zaman sekarang adalah sebuah keniscayaan. Bentuk akad tunggal sudah tidak mampu lagi meresponi transaksi keuangan kontemporer. Metode hybridcontracts seharusnya menjadi unggulan dalam pengembangan produk.

    Dalam konteks itulah Dr.Aliudin Za’tary dalam buku Fiqh Muamalah Al-Maliyah  al-Muqaran (2008) banyak membahas teori dan praktik hybridcontracts dalam Islamic finance. Bahkan Dr Nazih Hammad menulis buku secara khusus mengenai hybrid contracts Al-’uqûd al-Murakkabah fî al-Fiqh al-Islâmy, Damaskus: Dâr al-Qalam, 2005. Demikian pula Abdullâh bin Muhammad bin Abdullâh al-‘Imrâni, menulis buku Al-’uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah: Dirâsah Fiqhiyyah Ta’shîliyah wa Tathbîqiyyah, Riyadh: Dâr Kunûz Eshbelia li al-Nasyr wa al-Tauzî’, 2006), Selain mereka masih banyak ulama yang membahas hybrid contracts di buku-buku fiqh muamalah, seperti Dr.Usman Tsabir dalam buku Fiqh Muamalah Maliyah al-Mu’ashirah (2006).

    Namun harus dicatat, rujukan/referensi yang digunakan untuk  materi hybrid contracts, bukan saja kitab-kitab fiqh muamalah kontemporer, melainkan juga kitab-kitab fikih klasik dari berbagai mazhab, dan para ulama terkemuka, seperti Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Imam Al-Syatibi, dan lain-lain.

    Sebagaimana dimaklumi bahwa pengetahuan mengenai hybrid contracts sangat penting sekali, setidaknya memiliki sepuluh urgensi dalam pengembangan produk perbankan dan keuangan syariah kontemporer. Untuk itulah Iqtishad Consulting menggelar “Training dan Workshop Eksekutif Hybrid Contracts pada Produk Perbankan dan Keuangan”, dengan pembicara pakar Fikih Muamalah Bapak Agustianto Mingka  (Trainer Fikih Muamalah 124 Angkatan).

     

    Berikut 42 point materi workshop :

    1. Konsep syariah tentang Al-’Ukud al-Murakkabah (Hybrid Contracts)

    2. Pembagian Terminologi Hybrid Contracts dalam Fikih Islam

    1.     Al-’Ukud al-Murakkabah

    2.     al-’Uqûd al-mujtami’ah,

    3.     al-’Uqûd al-muta’addidah,

    4.     al-’Uqûd al-mutakarrirah,

    5.     al-’Uqûd al-mutadâkhilah,

    6.     al-’Uqûd al-mukhtalithah.

     

    3. Bentuk-bentuk Hybrid Contracts

    1.     Al-’Ukud al-Murakkabah

    2.     al-’Uqûd al-Mutaqabilah

    3.     al-’Uqûd al-Mutanajisah

    4.     al-’Uqûd al-Mutanaqidhah

    5.     al-’Uqûd al-mutadâkhilah,

    6.     al-’Uqûd al-mukhtalithah

     

    4. Sepuluh Urgensi Teori Hybrid Contracts.

    5. Macam-macam  Hybrid Contracts dan Aplikasinya di Perbankan Syariah

    6.     Hukum Hybrid Contracts (Dua Akad dalam Satu Transaksi) Menurut Ulama

    7. Argumentasi (Dalil Syariah) tentang Hybrid Contracts

    8. Hybrid Contracts yang dilarang syariah

    9.     Akad Two in One yang dibolehkan.

    10. Analisis Para Ulama terhadap hadits-hadits dua akad dalam satu transaksi

    11.   Dhawabith (ketentuan syariah ) Hybrid Contracts dan Akibat Hukumnya

    12. Hybrid Contracts pada Sindikasi Pembiayaan sesama bank syariah

    13.   Hybrid Contracts pada Sindikasi Pembiayaan Bersama Bank Konvensional

    14.   Hybrid Contracts pada Sindikasi Club Deal

    15.   Hybrid Contracts dalam PembiayaanTake Over

    16.   Hybrid Contracts dalam PembiayaanTake Over yang dihybrid dengan refinancing

    17.   Hybrid Contracts dalam PembiayaanTake Over se-sama bank syariah

    18.   Hybrid Contracts dalam PembiayaanTake Over Empat Pihak.

    19. Hybrid Contracts dalam Produk Asuransi Syariah

    20.   Hybrid Contracts dalam Sukuk

    21.   Hybrid Contracts dalam Pembiayaan Properti (MMQ)

    22. Hybrid Contracts dalam Skim-skim Refinancing Syariah

    23.   Hybrid Contracts dalam Kartu Kredit (Delapan Alternatif)

    24.   Hybrid Contracts dalam Pembiayaan Rekening Koran

    25.   Hybrid Contracts dalam Pembiayaan Line Facility

    26.   Hybrid Contracts dalam Pembiayaan Multiguna

    27.   Hybrid Contracts dalam dalam IMBT dan Sewa Beli

    28.   Hybrid Contracts dalam Product Giro

    29.   Hybrid Contracts dalam Factoring / Anjak Piutang

    30.   Hybrid Contracts  dalam Pembiayaan Property Indent

    31.   Hybrid Contracts  dalam Pembiayaan Multijasa

    32.   Hybrid Contracts  dalam Restrukturisasi Pembiayaan Bermasalah

    33.   Hybrid Contracts  dalam Hedging Syariah (via Swap)

    34.   Hybrid Contracts  dalam Linkage Program Bank-Multifinance, BPRS, Kopsyah BMT, baik executing maupun channeling

    35.   Hybrid Contracts dalam Gadai Syariah dan Re-Gadai.

    36.   Hybrid Contracts  dalam Trade Finance dan L/C

    37.   Hybrid Contracts  dalam MDC (Margin During Contruction) dan Margin During Plasantation

    38.   Hybrid Contracts  (5 Akad dalam Satu Produk) pada Pasar Uang Syariah Antar BankS

    39.   Ketentuan Praktis Hybrid Contracts :

    1.     Akad-akad yang Harus Dipisahkan (aqdin mustaqillin)

    2.     Akad-akad yang yang boleh disatukan dalam satu transaksi

    3.     Akad-akad di bawah tangan

    4.     Akad-akad yang yang harus dinotarilkan

    5.     Akad-akad yang memakai materai dan yang tidak memakai  materai.

    40.   Hybrid Contracts dan Kewajiban Pajak (PPn)

    41.   Hybrid Contracts dan Akuntansi Syariahnya

    42.   Solusi Kontradiksi antara Hukum Fiqh Muamalah degan Hukum Positif.

    Rujukan materi training : ratusan buku dan kitab fiqh muamalah kontemporer dan klasik

    PROFILE TRAINER

    Agustianto  (Ketua I DPP IAEI Pusat, Anggota Pleno Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dosen Pascasarjana PSTTI Universitas Indonesia, Dosen Pascasarjana IEF Trisakti, Dosen Pascasarjana Universitas  Paramadina Pascasarjana IAIN, Pascasarjana Ekonomi Islam UI Az-Zahra, Pendidikan program doktor ekonomi Islam UIN Jakarta (2004), Wakil Sekjen MES Pusat

    Special Seasion By:

    DR (HC) A.Riawan Amin,M.Sc   (Ketua Dewan Penasehat ASBISINDO, BEST CEO 2008)

     

    Training ini akan diselenggarakan di Malang  dan Jakarta:

    Jakarta

    Waktu dan Tempat

    Hari/ Tanggal  : 21 – 22 April 2017

    Pukul : 09.00 – 16.00 WIB

    Tempat : Hotel Sofyan Cikini Jakarta Pusat

     

    – Makassar

    Waktu dan Tempat

    Hari/ Tanggal  : 20 – 21 September 2016

    Pukul : 09.00 – 16.00 WIB

    Tempat :

     

    INVESTASI:

    1.  Registrasi Reguler Rp 2.500.000/orang

    2.  Paket Reguler Group 3 orang, Rp 2.200.00/orang

     

    FASILITAS:

    Seminar Kit, Modul Training, Lunch, Coffee break,HotSpot,  Sertifikat, Ruang Kelas Ber AC, CD Softcopy (Modul Training, 87 Fatwa DSN MUI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah)

    CONTACT PERSON & PENDAFTARAN:

    Joko  : 082110206289 /  (dimasjoko@gmail.com)

    Aldo : 081291255319

    Kuliah Intensif Ekonomi Islam (KIEI) Level Intermediate di FE UI

    0

    Posted on : 14-10-2013 | By : Agustianto | In : Artikel, Fikih Muamalah, Kabar Aktual

    KULIAH INTENSIF EKONOMI ISLAM (KIEI)

    Selama 1 bulan setiap Sabtu

    9 – 31 November 2013

    Kerjasama FSI FE UI dan Iqtishad Consulting

    Di Fakultas Ekonomi UI Depok

    Level Intermediate

    Sasaran : Bankir Syariah, Praktisi LKS, Dosen, Praktisi Hukum, Notaris, Mahasiswa S1,S2 dan S3

    Pembicara :

    1.Agustianto Mingka (Ketua I IAEI)

    2.Rifki Ismal, Ph.D (Bank  Indonesia)

    3.Dadang Romansyah,SE, Ak, MM,SAS

    Materi :

    1. Fikih Muamalah Kontemporer

    1. Metodologi Pengembangan Fiqih Muamalah
    2. Klasifikasi akad ekonomi dan keuangan
    3. Certainty Contracts dan Uncertainty Contracts
    4. Aplikasi Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
    5. Aplikasi Pembiayaan take over
    6. Pembiayaan multi jasa
    7. Anjak Piutang (Factoring)
    8. Hedging (Tahawwuth)

    2. Akuntansi Syariah

    1. Pengenalan PSAK Syariah
    2. Penyajian Laporan Keuangan entitas syariah
    3. Perbedaan Laporan keuangan syariah dan konvensional
    4. Laporan laba rugi

    3. Manajemen Risiko Bank Syariah

    1. Manajemen Risiko dalam Islam
    2. Konsep Dasar Manajemen Risiko dalam Keuangan Islam
    3. Hedging dalam Pandangan Islam
    4. Aplikasi Manajemen Risiko

    4. Ushul Fiqh Keuangan dan Perbankan

    1. Urgensi ushul fiqh dalam ekonomi keuangan
    2. Ruang lingkup dan objek ushul fiqh
    3. Sumber Hukum Ekonomi Islam Alquran dan hadits
    4. Ijma’ dan Qiyas dalam Ekonomi dan Keuangan
    5. Dalil dan metode perumusan ekonomi Islam
    6. Penerapan Istihsan, (PER,hedging,istishna’, murabahah emas,dll)
    7. Penerapan Maslahah, (Agunan, Net Revenue Sharing,Kartu Kredit,dll)
    8. ‘Urf, (20 Kasus ‘Urf dalam Keuangan Islam),
    9. Sadd Zariah, (larangan riba fadhal,  KPR Indent, tawarruq,bay’al-inah,dll)

    10.   Istishab (10 kasus actual penerapan istishab)

    11.  Penerapan Maqashid Syariah dalam Ekonomi Keuangan

    12.  Ijtihad dalam Ekonomi Islam Kontemporer

    5. Hybrid Contracts pada Produk Perbankan dan Keuangan Syariah

    1. Konsep syariah tentang Hybrid Contracts
    2. Bentuk-Bentuk hybrid contracts
    3. Hukum hybrid contract menurut ulama
    4. Macam-macam hybrid contracts dan aplikasinya di perbankan syariah
    5. Penerapan Hybrid Contracts pada 24 Produk Perbankan dan keuangan Syariah
    6. Hybrid contracts yang dilarang syariah dan bentuk-bentuk akad two in one yang dibolehkan
    7. Dhawabith (Ketentuan-ketentuan) dalam Hybrid Contracts

    Biaya Intermediate class :

    1. Mahasiswa S1 : Rp 250.000
    2. Mahasiswa S2,S3 dan Umum (Praktisi, Dosen,Bankir/LKS) : Rp 500.000

     

    Periode Pendaftaran 1 Oktober 2013 s/d 25 Oktober 2013

    Tata Cara Pendaftaran:

    Pendaftaran secara online, formulir pendaftaran dapat diakses di www.kieisecond.fsifeui.com

    Pembayaran ke Bank Syariah Mandiri 7054282097 an.Dita Anggraini.

    Setelah transfer,harap konfirmasi melalui SMS ke 085274372771 (Fitria Ikhwana Nas) dengan format Nama_Basic/Intermediate_MahasiswaS1/Mahasiswa S2/Umum.

    Contoh : Nurul Suaybatul/Basic/Mahasiswa S1

     

    Workshop Eksekutif Maqashid Syariah bagi Direktur Bank Umum Syariah dan Komisaris 28 – 30 Juli Dubai.

    0

    Posted on : 25-08-2013 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual, Seminar & Training

     

    Aplikasi Ushul Fikih dan Maqashid Syariah pada Pengembangan Produk Perbankan Syariah”

    Dasar Pemikiran

    Maqashid syariah menduduki posisi yang sangat penting dalam merumuskan ekonomi  syariah. Maqashid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi makro (moneter, fiscal ; public finance),  tetapi juga untuk menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya. Maqashid syariah juga sangat diperlukan dalam mengembangkan produk dan inovasi skim perbankan syariah. Tanpa maqashid syariah,  maka semua produk perbankan syariah akan kehilangan substansi syariahnya. Tanpa maqashid syariah, fikih muamalah yang dikembangkan dan  produk perbankan dan keuangan yang hendak dirumuskan  akan kaku dan statis, akibatnya lembaga perbankan dan keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang. Read the rest of this entry »

    Workshop Eksekutif Aplikasi Maqashid Syariah pada Regulasi dan Produk Perbankan Syariah

    0

    Posted on : 25-08-2013 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual, Seminar & Training

    Pendahuluan

    Maqashid syariah menduduki posisi yang sangat penting dalam merumuskan ekonomi syariah. Maqashid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi makro (moneter, fiscal ; public finance), tetapi juga untuk menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya. Maqashid syariah juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi perbankan dan lembaga keuangan syariah. Tanpa maqashid syariah, maka semua regulasi, fatwa, produk keuangan dan perbankan, kebijakan fiscal dan moneter, akan kehilangan substansi syariahnya. Tanpa maqashid syariah, fikih muamalah yang dikembangkan dan regulasi perbankan dan keuangan yang hendak dirumuskan akan kaku dan statis, akibatnya lembaga perbankan dan keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang. Read the rest of this entry »

    Training Eksekutif : Certified Ushul Fiqh Keuangan dan Perbankan Syariah Kontemporer Bagi Direktur Bank Syariah, Komisaris, DPS, dan Kadiv UUS

    0

    Posted on : 25-08-2013 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual, Seminar & Training

    Pendahuluan

    Para akademisi dan praktisi lembaga perbankan dan keuangan, tidak cukup mengetahui fikih muamalah dan aplikasinya saja, tetapi penting sekali memahami dalil-dalil syariah dan argumentasi ushul fiqh serta metodologi istimbath para ulama dalam merumuskan dan menetapkan suatu masalah, mengenai mengapa suatu kasus itu dibenarkan, dilarang atau dimakruhkan dan mengapa suatu fatwa itu dikeluarkan, apa dan bagaimana dalil-dalilnya menurut ilmu ushul fiqh. Ilmu ushul fiqh akan meningkatkan derajat intelektualisme, dari taqlid (muqallid) kepada muttabi’, bahkan menjadi mufti dan mujtahid*. Para sarjana yang memberi kuliah di kampus atau menjabat posisi penting di perbankan (direksi, divisi legal, product development, ALCO, auditor, atau konsultan, sepatutnya mengetahui ilmu ushul fiqh di bidang ekonomi keuagan, agar pengetahuannya di bidang ekonomi syariah tidak , tetapi memahami alasan, argumentasi dan dalil-dalilnya secara syariah serta maqashid syariahnya. Read the rest of this entry »

    Currents Issues Pada Aplikasi Hawalah

    0

    Posted on : 22-04-2013 | By : Agustianto | In : Kabar Aktual, Seminar & Training

    Muqaddimah

    Di tahun 2013 ini kami menggelar Workshop Eksekutif Sehari Kupas Tuntas Teori dan Praktek Hawalah dalam Perbankan dan Keuangan Syariah. Sedikitnya terdapat 18 bentuk penerapan, kasus-kasus dan isu-isu penting tentang aplikasi hawalah di dunia perbankan da keungan syariah kontemporer.

    Bagi praktisi, dosen, pakar, notaris dan DPS perlu memahami teori dan praktek hawalah dan segala problematikanya di zaman kemajuan finance kontemporer. Read the rest of this entry »

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition