• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Kerapuhan Kapitalisme Dan Keharusan Penerapan Dinar

    2

    Posted on : 22-09-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Islamic Economics

    Oleh : Agustianto

    Ketua  IAEI dan Dosen Pascasarjana Ekonomi Syariah Universitas Indonesia


    Kegagalan Kapitalisme

    Fakta membuktikan, bahwa ekononomi dunia di bawah sistem kapitalisme, sangat tidak menentu. Volatilitas dan ketidakstabilan menjadi fenomena yang mengganggu perekonomian negara-negara bangsa di manapun.  Terpaan krisis terus menerus terjadi dan senantiasa membanyangi ekonomi berbagai negara di dunia.  Depresiasi nilai tukar  dan inflasi yang tak terkawal menjadi  kenyataan yang destruktif bagi perekonomian banyak negara.  Pendeknya, sistem ekonomi konvensional (kapitalisme) yang diterapkan saat ini telah secara nyata menunjukkan kegagalannya dalam menciptakan kesejahreaan ekonomi umat manusia.

    Kenyataan yang tragis itu diakui  oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: “Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.

    Penyebab utama ketidakstabilan dan tingginya inflasi, adalah karena sistem mata uang yang tidak adil saat ini,  menggunakan sistem mata uang hampa (kertas ) tanpa kontrol dan tanpa back up, yang disebut dengan fiat money. Kegagalan dan kezaliman sistem fiat money, telah mendorong para pakar ekonomi yang kritis  dan cerdas untuk memikirkan kembali keberadaan uang fiat yang selama ini digunakan secara luas di berbagai negara. Desakan aplikasi dinar tidak saja dari kalangan ekonom muslim, tetapi juga dari para guru besar ekonomi Barat yang Katolik seperti William Shakespeare, Rodnet Wilson keduanya dari United Kingdom, dan banyak lagi para ekonom yang meyakini keunggulan dinar. Para ilmuwan tersebut sepakat bahwa  keberadaan uang fiat yang berlaku saat ini diyakini menjadi salah satu penyebab utama (biang kerok) terjadinya krisis ekonomi, ketidakstabilan ekonomi dan inflasi tinggi yang tak terkawal.

    Sampai pada tahun 1971, pencetakan mata uang kertas, masih di back up oleh dinar (emas) sesuai dengan perjanjian  Bretton Wood yang disepakti  tahun 1944. Tetapi pada tahun 1971 Presiden Amerika Serikat,  Nixon, membatalkan perjanjian tersebut. Sehingga mata uang kertas dicetak tanpa back up emas.

    Terjadinya krisis di Amerika dan dibatalkannya perjanjian  Bretton Wood   oleh Presiden Nixon tersebut, merupakan awal tidak di-back up-nya dollar dengan emas.  Sejak saat itu pula, tidak satu pun negara di dunia memback up mata uangnya dengan emas. Sehingga mata uang yang berlaku bersifat fiat atau dekrit dan ini disebut dengan istilah managed money standard.

    Sejak berlakunya sistem managed money standard ini, ada empat  fenomena yang memudhratkan  yang terjadi dalam perekonomian. Pertama, tingkat inflasi yang tinggi dan terus menerus, Kedua, nilai tukar yang tidak stabil yang membuat perekonomian mengalami volatil yang menggelisahkan siapapun, Ketiga, ketidakadilan dalam sistem nilai tukar, di mana dolar (kertas) yang tak bernilai secara intsrinsik ditukar dengan limpahan kekayaan negara-negara berkembang, seperti emas, minyak, dan hasil bumi lainnya. Amerika Serikat mencetak kertas-kertas menjadi uang yang bernilai secara nominal, membuat negara tersebut makin perkasa dan berkuasa secara ekonomi. Dolar dicetak tanpa ada pengontrol dari lembaga manapun dan mengekspor uang kertas tersebut ke seluruh dunia. Keempat, Spekulasi yang makin meningkat.

    Pembatalan  Sistem Bretton Woods, telah membuka peluang perdagangan valuta asing, dan kegiatan tersebut telah berkembang secara spektakuler. Volume yang diperdagangkan di pasar dunia meningkat dari 5 miliar USD perhari di tahun 1973 menjadi melebihi 900 miliar USD di tahun 1992, kebanyakan transaksi bersifat spekulatif dan kurang dari 2% yang dipergunakan sebagai pembayaran perdagangan. (Martin Khor, Globalization and the South: Some Critical Issues”, 2000,. hal. 10).

    Berdasarkan kenyataan yang sangat zalim tersebut, maka umat manusia di jagad ini, (bukan saja kaum muslimin tetapi juga negara-negara dan umat non muslim), harus berupaya keras untuk keluar dari lingkaran kezaliman sistem moneter tersebut. Solusinya ialah kembali menerapkan mata uang dinar.

    Sementara itu, berdasarkan data yang dimiliki sebuah NGO ekonomi di Amerika Serikat, volume transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation dan derivative market) diperkirakan mencapai lebih dari USD 1.5 triliun hanya dalam sehari, atau USD 400 triliun setahun, sedangkan volume transaksi yang terjadi pada perdagangan dunia di sektor real hanya USD 6 triliun setiap tahun.  Meningkatnya transaksi di pasar uang yang bersifat semu, mengakibatkan ketersediaan uang terus menggelembung, sementara nilai nominalnya tidak didukung oleh nilai intrinsiknya.

    Kondisi itu  mengakibatkan terjadinya ekonomi balon atau penggelembungan ekonomi atau disebut juga dengan bubble economy dimana laju pertumbuhan sektor moneter jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor riil yang cenderung terabaikan. Fenomena ekonomi balon ini merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya krisis nilai tukar di negara-negara Asia pada Tahun 1997.

    Dalam beberapa dekade, fakta empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun dari negara muslim yang berstatus negara berkembang memiliki rezim moneter konvensional yang stabil. Kondisi ini menghendaki munculnya politik ekonomi Islam rasional dan strategis yang dapat membangun rezim moneter Pan Islami dalam kerangka pasar Islami. Misi ini tidak bisa dihindari, harus segera mendapat respon dari ahli ekonomi Islam dalam konteks menemukan garis panduan rezim moneter Pan Islami yang mumpuni.

    Peran makro ekonomi dan kerangka keuangan islami dan mekanisme moneter perlu untuk disusun, dijadikan teori dan model, khususnya untuk mengeliminir semua bentuk manifestasi status quo politik ekonomi yang telah menyebabkan keterbelakangan umat.

    Secara praktis, implementasi manajemen moneter dengan mekanisme ”bunga” di bawah sistem moneter fiduciary  (uang kertas) telah menyebabkan, tidak hanya inflasi tinggi, ketidakstabilan nilai kurs, serangkaian kriminal bisnis sepanjang periode 1971-1990, tetapi juga frustasi tidak tercapainya tujuan sosio ekonomi, pertumbuhan optimal, kesempatan kerja penuh, distribusi yang merata dan stabilitas makro ekonomi.

    Memberlakukan Kembali Dinar Emas

    Setidaknya ada beberapa   hal yang melatarbelakangi munculnya wacana penggunaan mata uang emas sebagai alat tukar. Pertama, alasan ketidakmampuan nilai mata uang sekarang menghadapi krisis sebagaimana yang terjadi pada tahun 1997, Kedua, ketidakadilan system moneter rezim uang kertas yang didominasi Amerika Serikat dan yang ketiga, untuk mengurangi hegemoni USD sebagai alat tukar di seluruh dunia dan mengurangi ketergantungan kepada Amerika serikat

    Gagasan tentang Dinar Emas Islami sebenarnya berasal dari Profesor Omar Ibrahim Vadillo, pendiri Organisasi lnternasional Morabeteen tahun 1983 di Afrika Selatan yang dikenal luas sampai ke Eropah. Organisasi ini yak-in bahwa kesatuan dunia Islam tidak akan tercapai kecuali melalui persatuan ditingkat ekonomi. Untuk itu perlu dibangun suatu kesatuan pasar Islami dengan mempergunakan satu mata uang yaitu Dinar Emas Islami anggota Morabeteen.

    Wacana penggunaan dinar sebagai alat tukar juga digagas dan disetujui oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad, sejak tahun 1999, bahkan beliau tampil sebagai pelopor di kawasan Asia Tenggara untuk pelaksanaannya. Beberapa pernyataan  DR. Mahatir Muhammad dalam Seminar “The Gold Dinar in Multilateral Trade” (1999) di Kuala Lumpur perlu disimak. Namun sebelum itu ada baiknya kita perhatian cuplikan wawancara beliau pada Executive Inielligence Review, Lyndon H. LaRouche’s publication, tahun 1999, sebagai berikut :

     

    ” … A new kind of imperalism where the weapon used is realy capital – capital that can be used to impoverish countries to the point where they have to beg for help and when they beg, then you can impose conditions on them, and then one of the conditions, of course, is that you must open up the economy and allow all the foreign companies to come in and operate freely.”

    Kronologi Kembali Dinar

    Sejalan dengan gagasan ini, sejumlah konferensi yang memaparkan  penelitian- penelitian terkait dengan penggunaan dinar emas pun digalakkan. Selain konferensi, aplikasi peneraan dinar juga berlangsung secara bertahap di berbagai belahan dunia. Di bawah ini diuraikan kronologi kajian akademis dan penerapan dinar dirham di dunia international.

    Pada tanggal 3/7/1999 digelar  Seminar pertama tentang dinar-dirham di BMI Jakarta.

    • Pada bulan Juli 2001: Dinar-dirham bisa diperoleh dengan bebas di setiap kios penukaran uang Thomas Cook di Dubai
    • Pada bulan Januari –Maret  2002: PM Malaysia, Mahathir Muhammad menyatakan keinginannya menggunakan dinar sebagai alat tukar diantara negara Islam  dan mengusulkan dibentuknya  Blok Perdagangan Islam
    • Pada Maret 2002: digelar “Seminar internasional pertama tentang dinar-dirham” di Medan dengan topic Dinar Dirham sebagai Solusi Krisis Moneter, yang dilaksakan oleh Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) IAIN-Sumut. Sebagai ketua panitia Prof.Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis (Rektor IAIN-SU)  dan sebagai motor penggerak utamanya (sebagai sekretaris) adalah Drs.Agustianto,MA (yang sekarang menjabat Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).
    • Pada Juli 2002 : Wakala pertama di buka di Bandung, Jakarta, dan Medan.
    • Pada Agustus 2002 : Rangkaian seminar internasional di Jakarta dan Bandung: Pencanangan bulan dinar-dirham, lokakarya, pembentukan konsorsium penyangga dinar-dirham
    • Pada September 2002 : Seminar Internasional di Kuala Lumpur, peluncuran resmi dinar di Malaysia, serta pembentukan Islamic  Trading Block.

    Gagasan Dinar Emas Islami ditujukan untuk mengurangi dominasi dan hegemony dollar Amerika Serikat sebagai suatu mata uang internasional yang nilainya terus menerus merosot dan berfluktuasi. Kenyataan itu berbeda  dengan mata uang emas yang stabil dan  selalu menjaga nilainya melalui nilai  kandungan zat logamnya sendiri.

    Sistem moneter Islami dengan dinar dirham dibangun di atas gagasan bahwa pemerintahan Islami menyimpan emas di Bank Sentralnya dan menggunakannya untuk menyelesaikan transaksi dagang mereka agar tidak tergantung kepada pasar uang asing dan lembaga keuangan asing.

    Untuk kembali kepada dinar perlu sosialisasi kepada para ilmuwan dan pemerintah, karena masih saja muncul pertanyaan dari mereka yang belum faham tentang sistem moneter ini.misalnya, apakah pasokan emas cukup untuk memenuhi kebutuhann transaksi perdagangan dunia. Inilah pertanyaan dangkal dari mereka yang kurang ilmunya tentang aplikasi dinar. Mungkin juga ada orang yang mengatakan bahwa menerapkan dinar sebagai alat tukar perdagangan, tidak efisien, sulit membawanya, apalagi untuk transaksi kecil. Bagaimana mungkin dinar bisa diterapkan?. Sekali lagi ini juga pertanyaan dangkal (kalau tidak ingin mengatakan pertanyaan bodoh

    Dinar Emas Islami pertama setara dengan emas 22 karat seberat 4,25 gram diterbitkan dalam skala yang sangat terbatas pada tahun 1992 diantara anggota. Pada tahun 1977 gagasan ini berkembang untuk diterapkan pada suatu kerangka kerja pertukaran dana emas dengan mempergunakan suatu system transaksi yang dilakukan melalui internet, disebut electronic dinar.

     

    Menurut perusahaan terbatas e-dinar yang berbasis di pulau Lapoine, Malaysia, transaksi elektronik menggunakan Dinar Emas Islami mencapai jumlah yang setara dengan 2 ton emas dan pemakainya bertambah terus 10% sebulan.

     

    Jumlah pemakai internet website dinar elektronik www-e-dinar com yang diluncurkan pada tahun 1999 setelah 7 tahun menerbitkan Dinar Emas Islami mencapai 600.000 dan angka ini terus bertartambah.

    Beberapa negara di seluruh dunia saat ini berurusan langsung dengan 100.000 Dinar Emas Islami dan 250.000 Dirham Perak Islami yang diterbitkan oleh perusahaan terbatas ini, dengan harapan suatu hari akan menggantika dollar Amerika Serikat dalam urusan dagang bagi 1,3 milyar penduduk di negara-negara Islam. Namun demikian keberhasilan dinar emas sebagi suatu mata uang pemersatu Islami tergantung kepada tingkat kebutuhan negara-negara itu untuk mempergunakannya sebagai mata uang primer dalam urusan perdagangan internasional.

    Dalam banyak hal negara-negara Islam akan mendapatkan manfaat jika menerapkan mata uang dinar emas terutama karena negara ini tidak perlu harus menyediakan cadangan valuta asing untuk menyelesaikan hak dan kewajiban dari perdagangan internasionalnya.

    Keberadaan suatu dana persatuan dalam bentuk dinar emas diantara negara-negara Muslim di dunia akan meningkatkan volume perdagangan diantara mereka dan akan membantu meningkatkan pembangunan ekonominya.

    Sebagaimana halnya dengan uang emas yang bersifat universal, pengguna jasa elektonik dinar tidak semata-mata dipergunakan oleh umat muslim saja tetapi ternyata 50% diantaranya adalah kaum non muslim.

    Dengan kemampuan menjaga nilainya sendiri maka Dinar Emas Islami mempunyai keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang dapat merendam terjadinya spekulasi dan manipulasi sehingga dapat dijadikan instrumen stabilitas moneter.

    Mengapa harus kembali ke Dinar

    Ada beberapa alasan mengapa penggunaan mata uang dinar menjadi keharusan dalam menuju stabilitas sistem moneter, antara lain:

    1. Uang yang stabil. Perbedaan uang dinar dengan uang fiat adalah kestabilan nilai uang tersebut. Setiap mata uang dinar mengandung 4.25 gram emas 22 karat dan tidak ada perbedaan ukuran emas yang dikandung dinar pada setiap negara, tidak ada perbedaan nilai dinar yang digunakan di Irak dengan dinar yang digunakan di negara Arab saudi. Uang dinar tidak mengalami inflasi semenjak zaman Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam hingga sekarang. Sebuah penelitian telah dilakukan oleh professor Roy Jastram dari Berkeley University dengan menulis buku tentang The Goldent Constant. Ia melakukan penelitian harga emas terhadap beberapa komoditi untuk waktu 400 tahun hingga 1976. hasil dari penelitiannya adalah bahwa harga emas adalah konstan dan stabil. Sekalipun selama waktu tersebut telah terjadi krisis, perang, dan bencana alam nilai emas relatif stabil (Vadillo, 2002).
    2. Alat tukar yang tepat. Dengan adanya nilai yang stabil dan standar yang sama di setiap negara, dinar akan memberikan kemudahan dan kelebihan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi domestik dan transaksi internasional sekalipun, tidak ada perbedaan antara seekor kambing yang berharga satu dinar di Arab Saudi dengan seekor kambing di Indonesia yang seharga satu dinar, karena dinar kedua negara tersebut memiliki nilai yang sama. Dinar adalah mata uang yang berlaku secara sendirinya, berbeda dengan fiat money sebagai legal tender yang membutuhkan pengesahan berupa hukum oleh pemerintah yang mencetaknya. Uang dinar emas adalah uang sudah dikenal selama berabad-abad, sehingga tidak diperlukan adanya proses penghalalan dan pengesahan sebagai uang (Vadillo, 2002).
    3. Mengurangi Spekulasi, Manipulasi dan Arbitrasi. Nilai dinar yang sama akan mengurangi tingkat spekulasi dan arbitrasi di pasar valuta asing, karena kemungkinan perbedaan nilai tukar akan sulit terjadi. Uang fiat atau uang kertas telah memberikan sebuah ladang keuntungan bagi spekulator yang selalu mencari keuntungan dari perbedaan nilai tukar yang terjadi setiap hari, setiap jam dan setiap menit. Jika dinar sudah menjadi “single currency” yang sama di setiap negara, maka tidak akan ada perbedaan nilai dinar di setiap negara yang memberikan keuntungan yang besar kepada para spekulator-spekulator tersebut (Meera, 2002: 79-87).

    Selain dari ketiga hal di atas maka dapat diungkapkan juga alasan kenapa harus kembali kepada sistem emas :

    1. Fiat money menciptakan ketidakadilan, sebagai contoh biaya produksi satu dolar uang kertas, sama dengan empat sen dollar (Yusuf et al., 2002). dengan anggapan satu dolar senilai Rp 10.000, maka nilai empat sen dolar kira-kira rp 400, sementara di belahan dunia lain ada 2,8 miliar jiwa yang hidupnya bersusah payah hanya untuk mendapatkan dua dolar sehari dan bahkan 1,2 miliar jiwa yang kerja kerasnya hanya dihargai satu dolar sehari (Wolfensohn, 2004)
    2. Volatilitas Uang Berdampak Negatif, Volatilitas menimbulkan uncertainty dan selanjutnya meningkatkan additional cost dalam perdagangan. Sebuah riset yang mempelajari volatilitas mata uang G-3 (AS, Jepang, dan Jerman) menjelaskan kenaikan satu persen dari nilai tukar mata uang ini menurunkan sekitar dua persen nilai ekspor riil negara-negara berkembang (Esquivel and Larrain, 2002).
    3. Unfair Trade, Negara maju menguasai lembaga dunia, termasuk WTO, sehingga globalisasi perdagangan timpang dan lebih untuk kepentingan negara maju bukan untuk kemajuan bersama.
    4. Kecilnya Perdagangan OKI, Sebuah ironi: Lebanon dan Turki, misalnya, mengekspor keju ke Belgia, Inggris, dan negara Eropa lainnya. Sementara Iran, Pakistan, dan Syiria, mengimpornya dari Eropa (Yakcop, 2002.
    5. Macetnya Program Ekonomi OKI, Salah satu bentuk kerjasama jangka panjang OKI adalah pembentukan Islamic Common Market (ICM) . Fungsi ICM untuk memfasilitasi optimalisasi sumber daya yang dimiliki masing-masing anggota OKI (Sadeq, 1996:39)

    Model-Model Penerapan Dinar

    Berdasarkan sejumlah pemikiran yang berkembang tentang rencana kembali kepada dinar, setidaknya ada beberapa model penerapan dinar, dan masing-masing memiliki argumen sendiri. Ide pertama, menjadikan uang emas sebagai alat tukar legal, sebagaimana penggunaan dinar pada zaman Romawi dan juga pada zaman Rasulullah sampai dengan Khulafaur Rasyidin. Kedua, emas bukan sebagai alat tukar namun hanya sebagai back up dari mata uang yang berlaku, dan ketiga, menjadikan emas sebagai mata uang yang dijadikan  dalam perdagangan bilateral antara dua negara yaitu negara-negara Islam, yaitu negara-negara OKI.

    Comments (2)

    Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

    ulasan yang lugas, menarik dan cukup komprehensif Ustadz. hanya saja pada tataran praktis penerapan dinar dan dirham masih sulit untuk direalisasikan dalam waktu dekat. mengingat sistem ekoonmi global yang masih secara dominan mengunakan fiat money dlam transaksinya.

    perlu juga dipikirkan bagaimna penerapan dinar dan dirham ini dari segi kepraktisan dalam bertransaksi. bagaimana dinar dan dirham ini mampu menjadi alat tukar hingg satuan nilai terkecil.

    cukup rasional jika kita kembali pada teori uang yang diungkapkan oleh adam smith, bahwa tiap uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sentral harus di back up dengan emas. sehingga tidak seenaknya saja mencetak uang kertas seperti sekarang ini yang hanya berdasarkn kepercayaan publik akan jaminan dari bank sentral yang mengeluarkannya.

    terima kasih atas ilmunya Ustadz..

    semoga dapat terus berkarya dalam membumikan ekonmi Islam.

    Wassalamu’alaikum.

    Ronie.

    sejak kapan penerapan uang dinar di indonesia? dlm prdgngn intrnasional? dan apa pengaruh trhdp stabilitas ekonomi dan stabilitas harga di indonesia ini

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition