• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Urgensi Ushul Fiqh dan Maqashid Syariah bagi Praktisi, Regulator dan Perguruan Tinggi Ekonomi Syariah

    0

    Posted on : 31-07-2013 | By : Agustianto | In : Artikel, Islamic Economics, Ushul Fiqh

    Ditulis oleh Agustianto*

    Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

     

    Para akademisi dan praktisi lembaga perbankan dan keuangan, tidak cukup hanya mengetahui fikih muamalah dan aplikasinya saja, tetapi yang lebih penting  adalah  memahami ushul fiqh dan maqashid syariah dari setiap produk perbankan dan keuangan syariah. Ilmu ushul fiqh    memberikan pemahaman tentang metodologi istimbath (penetapan syariat Islam) ulama dalam merumuskan dan menetapkan suatu masalah hukum Islam. Ilmu Ushul fiqh memberikan dalil-dalil syariah dan argumentasi syariah mengenai suatu kebijakan, produk, system dan mekanisme perbankan syariah.

    Ushul fiqh yang berwawasan maqashid syariah memberikan perspektif  filosofis dan pemikiran rasional, tentang akad-akad pada setiap produk perbankan syariah.  Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu hukum Islam yang sering disebut sebagai The Principles of Islamic Jurisprudence. Artinya ushul fiqh bermuatan prinsip-prinsip yurisprudensi Islam  (ilmu hukum Islam), bahkan ushul fiqh itu sebenarnya adalah metodologi yurisprudensi Islam yang bukan saja berupa prinsip-prinsip ilmu hukum Islam. Ushul fiqh berisi  teori-teori  hukum Islam, kaedah-kaedah perumusan dan penetapan hukum atau dictum Islam, yang pada forum workshop eksekutif  Iqtishad dikhususkan mengenai teori hukum tentang ekonomi  keuangan syariah, tidak termasuk di luar ekonomi keuangan.

     

    Ushul Fiqh adalah ibu (induk) dari semua ilmu syariah, karena itu ushul fiqh adalah induk dari ilmu ekonomi syariah. Keputusan-keputusan fikih muamalah keuangan dan seluruh ketentuan ekonomi Islam di bidang makro dan mikro pastilah menggunakan metodologi ilmu ushul fiqh. Apabila fikih muamalah dan semua peraturan  hukum  Islam adalah produk ijtihad, maka ushul fiqh adalah metodologi berijtihad untuk menghasilkan produk-produk fiqh, fatwa dan segala bentuk regulasi, karena itulah, regulator, pembuat peraturan dan Undang-Undang seharusnya memahami dengan baik ilmu ushul fiqh, karena ushul fiqh adalah metodologi ijtihad untuk menghasilkan produk fikih muamalah, fatwa, regulasi dan Undang-Undang.

     

    Ushul fiqh juga adalah disiplin ilmu syariah yang memberikan landasan dan kerangka  epistemologi ilmu ekonomi Islam, sehingga, kajian epistemologi ekonomi syariah tidak bisa melepaskan diri dari disiplin ilmu ushul fiqh.

     

    Ilmu ushul fiqh akan meningkatkan derajat intelektualisme para akademisi dari taqlid (muqallid) kepada muttabi’, bahkan bagi ulama bisa menjadi mufti dan mujtahid*. Para Guru Besar, Doktor dan  dosen Pascasarjana   yang memberi kuliah di kampus, para pengawas dan regulator di OJK, Bank Indonesia atau praktisi yang menjabat posisi penting di perbankan (direksi, divisi legal, product development, ALCO, auditor, DPS), juga  konsultan, sepatutnya mengetahui ilmu ushul fiqh di bidang ekonomi keuangan, agar pengetahuannya di bidang ekonomi syariah komprehensif dan holistic. Karena ia melandasi pengetahuan fikih muamalahnya dengan alasan rasional dan filosofis, argumentasi dan dalil-dalilnya secara syariah serta maqashid syariahnya. Maqashid syariah menduduki posisi yang paling utama dalam ilmu ushul fiqh. Tanpa pendekatan maqashid syariah, maka ushul fiqh akan kering dan menghasilkan keputusan dan ketetapan yang kering pula.

    Maqashid Syariah

    Maqashid syariah adalah jantung dalam ilmu ushul fiqh, karena itu maqashid syariah           menduduki posisi yang sangat penting dalam merumuskan ekonomi  syariah. Maqashid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi makro (moneter, fiscal ; public finance),  tetapi juga untuk menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya. Maqashid syariah juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi perbankan dan lembaga keuangan syariah.

    Tanpa maqashid syariah,  maka semua regulasi, fatwa, produk keuangan dan perbankan, kebijakan fiscal dan moneter, akan kehilangan substansi syariahnya. Tanpa maqashid syariah, fikih muamalah yang dikembangkan dan  regulasi perbankan dan keuangan yang hendak dirumuskan  akan kaku dan statis, akibatnya lembaga perbankan dan keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang. Tanpa pemahaman ushul fiqh dan maqashid syariah, maka pengawas dari regulator gampang menyalahkan yang benar ketika mengaudit bank-bank syariah. Tanpa maqashid syariah, maka regulator (pengawas) akan gampang menolak produk inovatif yang sudah sesuai syariah. Tanpa pemahaman maqashid syariah maka regulasi dan ketentuan  tentang PSAK syariah  akan rancu, kaku  dan mengalami kesalahan fatal. Jiwa maqashid syariah akan mewujudkan  fikih muamalah  yang elastis, fleksibel, lincah dan senantiasa bisa sesuai dengan perkembangan zaman (shilihun li kulli zaman wa makan). Penerapan maqashid syariah akan membuat bank syariah dan LKS semakin cepat berkembang dan kreatif menciptakan produk-produk baru, sehingga tidak kalah dengan produk bank-bank konvensional.

    Berdasarkan paparan di atas, maka para pejabat Bank Indonesia yang mengawasi dan mengaudit bank syariah, dan pejabat OJK yang mengawasi/meregulasi LKS, wajib sekali (mutlak, tidak bisa ditawar), harus memiliki kompetensi yang memadai (memenuhi standar),         sebaiknya  disertifikasi dalam bidang ushul fiqh, dan kalau diperlukan   mengikuti training dan workshop ushul fiqh tentang perbankan dan keuangan syariah.

    Demikian pula halnya bagi auditor eksternal dan internal perbankan dan lembaga keuangan syariah terlebih bagi para perumus PSAK, hukumnya semakin wajib. Selama ini belum ada seorang pun auditor dan pengurus IAI yang mengikuti training ushul fiqh certified, sehingga kompetensi mereka dalam bidang syariah sebenarnya belum terstandarisasi. Realita ini sangat berbahaya jika dibiarkan terus menerus. Sejalan dengan pertumbuhan perbankan dan keuangan syariah yang semakin cepat, kekurangan ini harus diperbaiki secara bertahap. Apalagi para pengawas bank syariah di daerah dari Bank Indonesia di seluruh  daerah Indonesia, hukumnya wajib memiliki kompetensi ilmu syariah yang terstandar, yaitu ilmu ushul fiqh  perbankan, yang selama ini terabaikan oleh lembaga otoritas tersebut. Akibat mengabaikan pilar penting ini, maka banyak sekali (tidak terhitung banyaknya), keluhan dan pengaduan praktisi perbankan syariah tentang kejumudan (kekakuan) yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu pengawas bank  dari lembaga regulator pemerintah tersebut, terutama pengawas  di daerah di seluruh wilayah Indonesia. Dari 71  kali forum ilmiah  training dan workshop bersama praktisi bank-bank syariah asal  daerah, keluhan tersebut sering kali muncul.

    Ushul Fiqh di Perguruan Tinggi

    Perkembangan Program Pendidikan S1, S2 dan S3 Ekonomi Syariah di Indonesia makin pesat seiring dengan pertumbuhan perbankan dan keuangan syariah. Ushul Fiqh dan Qawaid fiqh adalah mata kuliah wajib di program-program tersebut. Namun silabus ushul fiqh dan materi yang disampaikan, umumnya masih sangat jauh tertinggal dari kebutuhan dan tuntutan industri perbankan dan keuangan kontemporer.

     

    Silabus ushul fiqh yang dikembangkan di universitas-universitas membuka prodi/konsentrasi ekonomi syariah masih berkutat dengan kasus-kasus beberapa abad silam, bahkan 1 millenium silam, sangat sedikit tentang kasus-kasus financial dan ekonomi apalagi mengenai kasus-kasus financial kontemporer, nyaris tidak tersentuh sama sekali. Buku ushul fiqh lebih banyak diwarnai contoh kasus-kasus ibadah, jinayah, munakahat dan non ekonomi financial. Kalaupun ada sedikit ekonomi, kasusnya sangat sederhana. Akibatnya, mata kuliah ushul fiqh yang diajarkan tidak bisa menjawab dan meresponi isu-isu dan problem keuangan kontemporer, seperti hedging (swap, forward, options), margin during contructionprofit equalization reserve (PER), trade finance, puluhan kasus hybrid contracts, instrument money market inter bank, skim-skim sukuk, repo, pembiayaan sindikasi antar bank syariah atau dgn konvensional, restrukturisasi,  pembiayaan property indent, ijarah maushufash fiz zimmah, hybrid take over dan refinancing,forfeiting, overseas financing, skim KTA, pembiayaan multi guna, desain kartu kredit, hukum-hukum terkait jaminan  fiducia, hypoteik dan hak tanggungan,   serta sejumlah kasus-kasus baru yang terus bermunculan. Kesenjangan ini pada gilirannya tidak bisa mengantar seorang akademisi ataupun praktisi kepada pemahaman metodologi istimbath masalah masalah ekonomi keuangan kontemporer, yang semakin kompleks.

     

    Kesenjangan antara materi  ushul fiqh yang diajarkan di universitas-universitas  dengan kasus-kasus aktual yang hendak dijawab dan dibutuhkan industri keuangan tidak boleh dibiarkan berlangsung.  Untuk itulah kami akan memberikan materi baru dan  silabus terbaru ekonomi syariah di S2 dan S3 (bisa juga sebagiannya untuk S1) melalui Training dan Workshop Ushul Fiqh Ekonomi Keuangan kontemporer bagi dosen ushul fiqh, dosen fiqh muamalah dan dosen ekonomi Islam, dosen Islamic Finance, dosen qawaid fiqh di Seluruh Perguruan Tinggi Indonesia, yang memiliki program ekonomi Islam, baik Perguruan Tinggi Agama Islam, UIN, IAIN, STAIN, maupun Perguruan Tinggi Umum dan Swasta.

     

    Pendekatan Maqashid

    Sebagaimana disebut di atas, kajian ushul fiqh dalam forum workshop iqtishad ini lebih banyak ditekankan pada ushul fiqh yang bermuatan maqashid syariah. Maka dalil-dalil yang dibahas umumnya dalil-dalil yang berdimensi maqashid syariah.  Setidaknya terdapat 11 (sebelas) dalil syariah, yaitu (Alquran, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istihsan, maslahah mursalah, ‘Urf, Sa’ad zariah, Istishab, fatwa sahabat dan syar’u man qablana. Pembahasan dalil-dalil dari kasus-kasus aktual kontemporer dalam training ini, senantiasa dijiwai oleh maqashid syariah, sebagai pedoman utama dalam perumusan hukum finansial Islam.

     

    Selain membahas dalil-dalil syariah dan metode-metode perumusan hukum Islam, Forum   Ushul Fiqh Perbankan dan keuangan ini akan membahas secara mendalam praktik maqashid syariah sejak zaman Nabi yang dilakukan Rasulullah dengan contoh-contoh kasus yang menarik.  Demikian pula maqashid syariah  pada zaman zaman sahabat, juga direkonstruksi dengan kasus-kasus historis          yang penting sebagai ibrah (cermin) dalam berijtihad bagi akademisi dan regulator untuk perumusan regulasi, peraturan, fatwa dan Undang-Undang. Begitu pula maqashid syariah  di zaman Imam-Imam mazhab, sampai ke zaman abad pertengahan di masa Imam Al-Ghazali, Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim, bahkan sampai ke zaman Syah Waliullah ad-Dahlawy. Dengan demikian, maqashid syariah tidak saja dikaji dari sisi teori dan konsep, melainkan juga dari segi sejarahnya selama berabad-abad. Pendeknya maqashid syariah akan dipaparkan dalam forum ini secara komprehensif dan tuntas, agar bisa menjadi cermin dan pedoman bagi ilmuwan, cendikiawan, ulama dan regulator dalam membuat regulasi, mengawasi, mengaudit dan menciptakan produk perbankan dan keuangan.  Selama ini banyak kajian maqashid syariah dilakukan secara dangkal yang hanya berupa kulit-kulit luar saja, sehingga belum banyak pengaruhnya menjiwai perumusan regulasi, penciptaan produk dan malah menciptakan kekakuan dalam pengembangan produk perbankan dan keuangan syariah.

     

    Untuk lebih mengkomprehensifkan materi forum training eksekutif  ini, kajiannya juga menggunakan ilmu qawaid fiqh dan tarikh tasyrik fil-muamalatserta didukung ilmu tafsir, ulumul quran dan hadits (mushtalahul hadits). Pendekatan yang holistic ini akan menunjukkan secara nyata bahwa ekonomi syariah adalah ilmu yang multidisiplin. Dan yang lebih penting lagi, pendekatan yang holistic ini akan  menghasilkan produk regulasi, aturan dan produk perbankan dan keuangan yang benar-benar sesuai dengan maqashid syariah.

    Dalam konteks keindonesiaan kita juga perlu memahami metode penetapan fatwa MUI di Indonesia, yakni bagaimana manhaj dan metode ijtihad yang dilakukan MUI dalam menetapkan fatwa-fatwa ekonomi syarah. Ini penting, agar para akademisi dan praktisi memahami  metodologi syariah dalam penetapan suatu hukum ekonomi Islam, sehingga akademisi dan praktisi mengetahui bahwa penetapan fatwa tidak dilakukan sembarangan, melainkan dengan metodologi  ushul fiqh yang sophisticated dan sangat ektra hati-hati.

     

    Kalangan masyarakat awam, mungkin tidak begitu perlu memahami ilmu ushul fiqh keuangan, tetapi, seorang pejabat bank/LKS, direksi, DPS, terlebih regulator (OJK) dan BI, Dosen Ekonomi Syariah, auditor, hakim, wajib memahami ilmu ushul fiqh dan maqashid syariah. Demikian pula  General Manager Bank Syariah, Pimpinan Divisi, Head Group, Branch Manager,      (kepala cabang),  semua dosen prodi ekonomi Islam, konsultan, notaris syariah perlu  memahami ilmu ushul fiqh ini. Untuk itulah, Iqtishad terus-menerus  menggelar Training dan Workshop Ushul Fiqh fil Muamalah Maliyah Mua’shirah, yaitu ushul fiqh tentang keuangan kontemporer bagi Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam, Dosen Prodi Ekonomi Islam, DPS, Komisaris Bank/LKS , Direktur Bank Syariah/LKS, Dewan Pengawas Syariah, Regulator (OJK), Lawyer, Hakim, Auditor, akuntan public,notaries, dan konsultan.

     

    *(Penulis adalah Agustianto ; Trainer Ushul Fiqh Perbankan dan Keuangan Syariah Kontemporer, Dosen Ushul Fiqh Program Pascasarjana PSTTI UI, Program Magister IEF/Islamic Economics and Finance  Univ Trisakti, Dosen Program Magister Manajemen Bisnis dan Keuangan  Univ Paramadina, Dosen Ushul Fiqh Program Pascasarjana Magister Ekonomi Islam     Univ Az-Zahra, Dosen Pascasarjana MAKSI UNPAD Bandung,    Anggota Pleno DSN-MUI dan Speaker Utama Training dan Workshop Eksekutif Ushul Fiqh Perbankan dan Keuangan Kontemporer)

     

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition