• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • BPJS dan Jaminan Sosial Syariah

    4

    Posted on : 17-01-2014 | By : Agustianto | In : Artikel, Fikih Muamalah, Kabar Aktual

     

     

     

    Jaminan social (at-takaful al-ijtima’iy) adalah salah satu rukun ekonomi Islam yang paling asasi (mendasar dan esensial) di antara tiga rukun ekonomi Islam lainnya. Prof.Dr Ahmad Muhammad ‘Assal, Guru Besar Universitas Riyadh, Saudi Arabia, dalam buku An-Nizam al-Iqtishadity al Islami, menyebutkan bahwa rukun paling mendasar dari ekonomi Islam ada tiga, yaitu, kepemilikan (al-milkiyyah), kebebasan (al-hurriyyah) dan jaminan social (at-takaful al-ijtima’iy).

    Jaminan social, dengan demikian, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam, karena itu secara substansial, program pemerintah Indonesia menerapkan system jaminan social di Indonesia, melalui konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah diundangkan tahun 2004 dan  melalui pembentukan BPJS yang diundangkan tahun 2011, sesungguhnya merupakan tuntutan dan imperative dari ajaran syariah. Maka kita patut bersyukur dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Negara atau ulil amri (pengelola Negara) yang telah menerapkan program kesejahteraan masyarakat melalui pembetukan BJPS ini, baik BJPS Kesehatan maupuan BJPS ketenagakerjaan.    

     

    Namun harus dicatat, jaminan sosial dalam studi Islam, terdiri dari dua macam :

    Pertama jaminan sosial tradisional, yaitu tanggung jawab negara untuk menjamin kebutuhan dasar rakyatnya melalui Instrumen-instrumen filantropi seperti zakat, infak, sedeqah, waqaf dan bahkan termasuk pajak. Al-Quran sering menyebut doktrin jaminan sosial dalam bentuk instrumen zakat, infaq, sedeqah dan waqf yang dananya digunakan untuk kepentingan  penjaminan pemenuhan  kebutuhan dasar dan kualitas hidup yang minimum bagi seluruh masyarakat, khususnya fakir miskin dan asnaf lainnya. Jaminan sosial dalam pengertian ini dimaksudkan untuk memenuhi  kebutuhan  masyarakat yang memerlukan bantuan negara. Jaminan sosial dalam bentuk ini bertujuan humanis (filantropis) serta tujuan-tujuan bermanfaat sosial lainnya menurut syariat Islam, seperti pendidikan, dan kesehatan bahkan sandang dan pangan. Jaminan sosial dalam definisi ini tidak mewajibkan rakyat membayar sejumlah iyuran (premi) ke lembaga negara (Badan Pengelola Jaminan Sosial), karena sumber dananya berasal dari zakat, infaq, sedeqah, waqaf, diyat, kafarat, warisan berlebih, dsb.

     

    Kedua, Jaminan sosial yang berberbentuk asuransi sosial (at-takmin al-ta’awuniy). Dalam konsep jaminan sosial, baik di bidang kesehatan, ketenagakerjaan, hari tua dan kematian, seluruh rakyat diwajibkan untuk membayar premi secara terjangkau. Konsep jaminan sosial dalam bentuk at-takmin at-ta’awuniy ini, merupakan implementasi dari perintah Al-quran agar hambanya saling menolong (ta’awun), dan saling melindungi. Cukup banyak ayat Alquran, apalagi hadits Nabi Saw yang memerintahkan agar manusia saling menolong, saling melindungi, saling menyayangi. Implementasi dari doktrin syariah tersebut diwujudkan dalam bentuk asuransi kesehatan  dan ketenagakerjaan.

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep Jaminan Kesehatan Nasinoal dan BPJS sesungguhnya adalah penerapan at-takmin at-ta’awuniy yang sangat didukung dan didorong oleh ajaran syariah Islam. Konsep  Islam mengenai jaminan social ini sejalan pula dengan UUD 45. Landasan  konsitusisonal Negara Indoenesia ini dengan jelas  mengintruksikan bahwa salah satu tugas negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan mengembangkan suatu sistem jaminan social (at-takaful al-ijtima’iy).

    Dalam UU BPJS No 40/2011 disebutkan bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan  program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;  Menurut UU BPJS tersebut, Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk  perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya  yang layak.

    Pasal 3 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS  bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya  pemberian jaminan, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.

    Sebelum UU BPJS lahir, pemerintah sudah  mengeluarkan UU mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yakni UU No 40/2004. UU tentang JKN ini adalah seruan imperatif dari UUD 1945. Untuk merealisasikan sistem jaminan sosial itu pemerintah menerbitkan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun kalau dilhat jarak tahun antara kedua UU tersebut,  implementasi UU JKN ini memakan waktu yang sangat panjang, karena  baru pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan UU No 24/2011 tentang BPJS. Berarti selngg waktunya 7 tahun.

    Melalui undang-undang No 40/2004 tentang JKN tersebut, negara ini sesungguhnya telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya. Walaupun implementasinya terlambat dan lama baru bisa dirasakan masyakakat.

    Berdasarkan  Undang-Undang BPJS itu, maka dibentuklah dua BPJS, Pertama BPJS Kesehatan, transformasi dari PT Askes-yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan Kedua, BPJS Ketenagakerjaan-transformasi dari PT Jamsostek-yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

    BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ini telah resmi terbentuk dan mulai beroperasi 1 Januari 2014 setelah diresmikan Presiden SBY pada 31 Desember 2013. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap ke seluruh lapisan masyarakat.

    Pelayanan kesehatan menduduki posisi yang sangat penting dalam syariah. Pelayanan kesehatan adalah bagian dari maqashid syariah, yaitu melihara diri (jiwa) yang disebut oleh ulama dengan istilah hifz al-nafs. Resiko-risiko ketenaga-kerjaan yang mungkin dialami oleh para karyawan, juga harus dilindungi, termasuk jaminan hari tua dan kematian para karyawan. Semuanya merupakan perintah dari syariah.

    Oleh karena itu masyarakat ekonomi syariah sangat mendukung kehadiran BPJS. Dengan kehadiran BPJS  diharapkan persoalan layanan kesehatan yang masih menjadi beban berat bagi sebagian besar warga bisa  teratasi sedikt demi sedikit. Secara total Badan tersebut akan mengelola jaminan bagi sekitar 176,84 juta penduduk. Dari jumlah itu Negara menjamin 86,4 juta warga miskin Indonesia dengan subsidi dari APBN. Warga Negara yang mampu akan membayar iyuran kepesertaan.

    Bagi warga miskin yang berjumlah 86,4 juta, pemerintah menyediakan anggaran subsidi. Khusus untuk subsidi premi warga miskin, pemerintah melalui APBN 2014 akan mengalokasikan anggaran besar Rp19,93 triliun. Jumlah itu merupakan sebagian dari total Rp26 triliun yang dianggarkan pemerintah untuk seluruh jaminan sosial nasional.

    Selain jaminan kesehatan, pemerintah juga akan memberikan perhatian yang serius pada jaminan ketenagakerjaan dan menjanjikan agar asas manfaat bagi pengusaha dan pekerja peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus melebihi manfaat yang diterima pada saat menjadi peserta Jamsostek.

    Itu berarti manfaat tambahan yang diterima peserta juga tidak boleh berkurang, bahkan sebaliknya harus memberikan yang lebih baik dibandingkan saat dana pengusaha dan pekerja masih dikelola PT Jamsostek.

    Selama ini, pengelolaan PT Jamsostek memberikan manfaat bagi peserta tidak hanya yang wajib berupa Jaminan Hari Tua, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, maupun Jaminan Kematian, tetapi juga manfaat tambahan lainnya seperti beasiswa untuk anak pekerja, pinjaman uang muka perumahan, pembangunan rumah susun sewa, dan pinjaman lunak bagi koperasi.

    Kebijakan Negara untuk kesejahteraan rakyat Indonesia ini merupakan tonggak baru di Indonesia, dimana Negara semakin menunjukkan perannya dalam pembangunan kesejahteraan rakyat seperti dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.

    Secara konsepsional, keberadaan BPJS benar-benar mulia dan syar’iy, sebagaimana tercermin pada pasal 4 UU BPJS No 24/2011 :

    “BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:

    a. kegotongroyongan;

    b. nirlaba;

    c. keterbukaan;

    d. kehati-hatian;

    e. akuntabilitas;

    f. portabilitas;

    g. kepesertaan bersifat wajib;

    h. dana amanat; dan

    i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

    program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta”.

     

    Semua prinsip di atas merupakan prinsip syariah yang wajib dijunjung tinggi. Kegotongroyongan (at-ta’wun), nirlana (tabarru’), keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, dana amanat dan pernyataan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

    program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta. Oleh karena kandungan kemaslahatan dan maqashid syariah yang demikian nyata, maka semua warga Negara Indonesia harus mengikuti program ini demi terciptanya tolong menolong (at-ta’awun) nasional

     

    Usulan Masa Depan.

    Sebagaimana disebut di atas, bahwa program jaminan social melalui BPJS ini merupakan ajaran dari syariah dan secara substansial merupakan kehendak syariah. Namun, di masa depan system pengelolaan (menajemennya) perlu dibentuk unit syariah yang menjalankan system operasinya seuai dengan prinsip syariah.   Ketika program jaminan social dikelola sebuah lembaga, seperti BPJS, maka prinsip-prinsip   at-takmin at-ta’awuniy (asuransi social), seharusnya diterapkan. Untuk menerapkan prinsip itulah diperlukan Unit Syariah. Dalam Unit Syariah, dana premi yang dibayarkan peserta, dibagi kepada beberapa bagian.  Bagian  pertama untuk dana tabarru’,yang akan digunaan untuk membayar klaim jika peserta sakit, sehinngga sumber dananya jelas (tidak gharar). Untuk dana tabarru’ ini  dibuka rekening khusus dana tabarru’., Bagian yang lainnya digunakan untuk ujrah (fee) bagi pengelola BPJS. Inilah konsep asuransi syariah, memisahkan dana tabarru’ dengan dana bukan tabarru’, sehinga tidak bercampur dana tabarru dan dana bukan tabarru’.

    Usulan berikutnya, adalah sebaiknya sebagian dana jaminan social yang terkumpul nantinya diinvestasikan di investasi yang halal, produktif (menguntungkan), sedikit resikonya dan mendatangkan manfaat bagi perekonoman Indonesia baik dalam skala mikro maupun makro. Contohnya investasi di Sukuk Negara (SBSN), perbankan syariah dan sukuk corporate syariah seperti multifinance syariah, pegadaian syariah, Lembaga Pembiayaan Ekspor Syariah (Indonesia Exim bank) serta pasar modal syariah.

    Penempatan dana untuk  investasi tersebut di atas, sesungguhnya sesuai dengan   Pasal 11 UU BPJS yang bunyinya sebagai berikut :

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk:

    a. menagih pembayaran Iuran;

    b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai

     

    Perlunya sosialisasi

    Oleh karena konsep BPJS adalah barang baru di Indonesia, maka upaya sosialisasi yang lebih intens  perlu dilakukan. Sosialisasi itu terutama mengenai bentuk pelayanan dari BPJS Kesehatan dan juga termasuk koordinasi manfaat antara asuransi swasta dan BPJS Kesehatan. Banyak stakeholders dan masyarakat yang menilai bahwa sosialisasi BPJS masih kurang. Pejabat dan manajemen BPJS  harus melakukan pekerjaan rumah ini agar pelaksanaan jaminan sosial ini bisa dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan pelayanan social ini.

    Comments (4)

    Maasyaa Allaah (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud)
    Ini suatu pemaparan yang Insyaa Allaah komprehensif.
    Jika saya boleh berpendapat, kehadiran unit syariah dalam BPJS sangat urgent sehingga selain menjaga hifzu nafs juga menjaga hifzu diin.
    Demikian.
    BarakAllahu fik

    Ya, suatu penjelasan yang cukup jelas bagaimana BPJS dan kaitan dengan ajaran Islam

    […] membayar iuran termasuk satu bulan iuran yang tertunggak dalam masa grace periode   Baca pula http://www.agustiantocentre.com/?p=1612#.Uv_vUu_vbuQ.twitter   Share this:TwitterFacebookLike this:Like […]

    tulisan yang sangat dangkal

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition