EFEK BERAGUNAN ASSET SYARIAH
Oleh : Agustianto Mingka
Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
Indonesia adalah negara yang miliki potensi yang luar biasa bagi industri keuangan syariah di tanah air, terutama jika kita melihat komposisi demografis dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup menjanjikan. Selain itu, trend pasar keuangan global adalah menuju ke arah disintermediasi. Dengan kata lain, peran pasar modal lebih dominan daripada peran sistem perbankan (financial intermediaries) dalam alokasi sumber daya keuangan. Oleh karena itu, pasar modal akan menjadi masa depan bagi perekonomian dan sistem keuangan bagi negara maju dan negara yang masuk dalam kategori emerging markets seperti Indonesia. Namun sampai saat ini, pengaruh industri keuangan syariah masih belum signifikan karena pangsa pasar yang lebih kecil dibandingkan dengan industri keuangan konvensional.
Pasar modal syariah di Indonesia telah berusia hampir dua dekade. Sejak kelahirannya pada tahun 1997, pasar modal syariah terus tumbuh dengan tren yang meningkat. Sejauh ini pasar modal syariah telah memiliki beberapa produk keuangan seperti saham syariah, sukuk, reksa dana syariah dan exchange traded fund (ETF) syariah serta inovasi transaksi berupa online trading syariah. Untuk infrastruktur hukum, Indonesia telah memiliki regulasi pasar modal syariah yang merujuk kepada fatwa Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan POJK (Peraturan Otoritas Jasa keuangan).
Baru-baru ini pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan POJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan EBA Syariah per 10 November 2015. Peratutan ini menggantikan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-181/BL/2009 tentang Penerbitan Efek Syariah tanggal 30 Juni 2009. POJK ini merupakan penyempurnaan peraturan pasar modal syariah untuk mendorong perkembangan industri pasar modal syariah di Indonesia
Dalam beleid ini, OJK mengatur adanya dua bentuk EBA syariah. Pertama, adalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK) EBA Syariah. Kedua, EBA Syariah berbentuk Surat Partisipasi atau EBAS-SP untuk pembiayaan sekunder perumahan (property).
EBA Syariah adalah kontrak investasi kolektif (KIK) yang portofolionya terdiri dari aset keuangan seperti piutang (aktiva lancar) serta pembiayaan atau aset keuangan lainnya yang sistem dan cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. EBA Syariah dalam bentuk KIK EBA untuk pembiayaan infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, rel kereta api, dan sebagainya.
Sedangkan, EBAS-SP adalah efek beragun aset yang portofolionya berbentuk Surat Partisipasi untuk pembiayaan sekunder perumahan dimana sistemnya tidak bertentangan dengan prinsip syariah, sehingga setiap penerbitan efek wajib mendapat pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Pengawas Syariah atau tim ahli syariah pasar modal. Ketentuan dan persyaratan mengenai Ahli Pasar Modal Syariah diatur dalam POJK No 16/Tahun 2015.
Regulasi mengenai EBA konvensional di pasar modal sudah terlebih dahulu diterbitkan OJK pada akhir tahun 2014 dengan dikeluarkannya Peraturan OJK Nomor 23/POJK.04/2014 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi dalam rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan (POJK EBA SP) pada tgl 19 November 2014 yang lalu. Peraturan tersebut memungkinkan mulai dipasarkannya EBA SP oleh perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sekunder perumahan di 2015, seperti SMF. Setahun setelah peraturan EBA konvensional itu, OJK menerbitkan sejumlah peraturan mengenai pasar modal syariah, termasuk EBA Syariah.
Penerbitan produk KIK EBA Syariah mendatangkan banyak manfaat bagi industri keuangan syariah di Indonesia.
Pertama, akan mengatasi kesenjangan asset dan liability perbankan syariah dalam pembiayaan perumahan. Di satu sisi, pembiayaan KPR memiliki tenor jangka panjang 10-15 tahun, di sisi lain, dana deposito memiliki tenor jangka pendek. Kehadiran produk EBA Syariah bisa menjadi darah bagi bank-bank syariah untuk lebih ekspansif dan berkembang.
Dengan demikian, pengembangan pembiayaan perumahan melalui produk sekuritisasi (tawriq atau tashkik) KPR menjadi terobosan untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan rumah bagi masyarakat. Dengan tawriq (sekuritisasi), pembiayaan perumahan tidak lagi sebatas mengandalkan dana deposito perbankan yang peruntukannya untuk pendanaan jangka pendek. EBA Syariah ini menjadi terobosan positif yang memerlukan dukungan semua pihak, karena harga rumah menjadi lebih terjangkau dengan pembiayaan jangka panjang.
Kedua, Keberadaan EBA-SP sangat membantu perbankan syariah memperoleh likuiditas pembiayaan perumahan melalui pasar modal dengan cara sekuritisasi aset perbankan berkualitas tinggi. Jadi, EBA SP syariah juga dapat menghindari maturity mismatch di perbankan syariah dengan dapat diaksesnya dana dari pasar modal yang bersifat jangka menengah dan panjang. Asset yang disekuritisasi akan akan mendatangkan dana segar dari investor yang dananya selanjutnya dimanfaatkan kembali oleh bank-bank syariah.
Diharapkan perbankan syariah di Indonesia dapat memanfaatkan produk EBA syariah ini untuk pendanaan, sehingga bank-bank syariah bisa melakukan ekspansi pembiayaan lebih luas atau ekspansi jaringan. Keperluan bank-bank umum syariah terhadap EBA Syariah dikarenakan FDR bank syariah saat ini sangat tinggi dimana likuiditasnya cukup ketat.Dengan demikian kita optimis bank-bank syariah di masa depan akan membutuhkan produk EBA syariah ini guna menutupi kebutuhan dana dan likuiditas.
Ketiga, sekuritisasi asset bank syariah dengan penerbitan EBA-SP Syariah akan memitigasi resiko pembiayaan bagi bank-bank syariah. Risiko pembiayaan KPR Syariah akan berkureang secara signifikan dengan program sekuritisasi asset pembiayaan bank syariah yang berjangak panjang.Karea danya aan digantikan langsung oleh dana penerbit EBA dan dana para investor. Dari tiga manfaat di atas dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan KPR Syariah di bank-bank syaroiah adalah sekuritisasi asset (tawriq)
Keempat, Penerbitan EBA Syariah dalam bentuk KIK EBA, akan mendukung secara lagsung dan signifikan terhadap pembangunan infrastruktrur, ( jalan tol, bandara, pelabuhan, jalan raya, rel kereta, dll). Dana APBN sangat terbatas untuk pembangunan infrastruktur ini, Karena itu harus diakui bahwa pembangunan infrastruktur tidak bisa semuanya mengandalkan dana APBN, Untuk itu dibutuhkan sumber pendaaan lain, yaitu melalui pendanaan dari para investor. Untuk mengoptimalkan peranan investor dalam pembangunan infrastruktur, salah satu cara dan solusinya adalah dengan penerbitan KIK EBA Syariah.
Kelima, penerbitan EBA Syariah, baik KIK EBA maupun EBA-SPakan memperkaya instrumen investasi dan produk pasar modal syariah sehingga penerbitan EBA Syariah ini diharapkan akan memperbesar market share pasar modal syariah. Kita mendukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah menerbitkan payung hukum bagi pelaku industri yang ingin meracik produk berbentuk efek beragun aset (EBA) syariah.
Berdasarkan manfaat yang besar tersebut diharapkan segenap komponen masyarakat keuangan Indonesia, perlu mendukung penerbitan EBA Syariah tersebut. Dalam EBA syariah ini akan terintegrasi dan terkoneksi tiga aktivitas keuangan, yaitu pasar modal, perbankan dan IKNB. Terlibatnya IKNB dalam penerbitan EBA Syariah ini, dikarenakan SMF sebagai Lembaga penerbit EBA berada di bawah pengawasan Direktorat IKNB OJK. (Penulis Dosen Pascasarjana UI, Trisakti dan Paramadina, Presiden Iqtishad Consulting)
0