• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • GCG Bank Syariah dan Peran DPS

    0

    Posted on : 05-04-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Perbankan Syariah

    Oleh: Agustianto

    Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan perkembangan yang  cepat tersebut, satu hal perlu dicermati adalah aspek Good Coorporate Govarnance (GCG) karena terkait dengan berbagai macam resiko kerugian yang jika tidak diperhatikan akan merusak citra syariah di masa depan dan menjerumuskan bank syariah ke jurang kehancuran.

    Bank syariah yang semakin mekar tersebut, wajib dicegah dari  berbagai resiko kerugian, baik kerugian finansial maupun resiko reputasi. Dr. Muliaman D Hadad, Deputy Gubernur BI, berkali-kali mengingatkan pegiat bank syariah agar ekstra keras mengawal bank syariah dari kemungkinan buruk di masa depan. Sekali sebuah  lembaga perbankan syariah bermasalah , maka citra bank syariah akan rusak. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, dibutuhkan biaya besar dan waktu yang panjang.

    Prof. Dr M.Umer Chapra dalam buku Corporate Governance for Islamic Banking, menekankan pentingnya  penerapan Good Corporate Governance yang efektif di lembaga keuuangan syariah.  GCG adalah pilar penting yang harus diciptakan untuk mewujudkan bank syariah yang unggul dan tangguh. Penerapan  GCG semakin penting, karena konsep bank syariah menggunakan risk sharing.

    Menurut Umer Chapra, diantara sarana pendukung corporate governance  yang terpenting adalah kontrol internal, manajemen resiko, tranparansi, akuntansi dan disclosure pembiayaan, pemurnian dan audit syariah, regulasi dan pengawasan yang prudent.

    Pelaksanaan good corporate governance pada industri perbankan syariah berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi  (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan paksanaan petanggung jawabanorgan bank sehingga pengelolanya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggung jawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelola bank dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsi-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, profesional (professional), yaitu memiliki kompetensi, mampu bentindak obyektif dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah. Kelima, kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut, bank wajib berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan yang terkait dalam pelaksanaan Good Corvorate Governance. Selain itu dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, industri perbankan syariah juga harus memenuhi prinsip syariah (sharia compliance). Ketidak sesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah akan berpotensi menimbulkan berbagai risiko terutama risiko reputasi bagi industri perbankan syariah.

    Pelaksaaan Good Corporate Governance perbankan syariah tidak hanya dimaksudkan untuk memperoleh pengelolaan bank yang sesuai dengan lima prinsip dasar dan sesuai dengan prinsip syariah, akan tetapi juga di tujukan untuk kepentingan yang lebih luas. Kepetingan ini antara lain adalah untuk melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah.

    Untuk penerapan GCG yang efektif di lembaga perbankan syariah, maka Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru, yaitu PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009  tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. PBI ini mulai diberlaukan terhitung sejak 1 Januari 2010.

    PBI GCG Bank Syariah  ini mengatur penerapan GCG bagi Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) . Tulisan ini hanya memfokuskan kajian pada penerapan GCG pada Dewan Pengawas Syariah.

    Dalam PBI tersebut terdapat enam poin penting yang mengatur masalah Dewan Pengawas Syariah, yaitu

    1. Persyaratan DPS (pasal  45-45)
    2. Tugas & Tanggung Jawab DPS (pasal 46-48)
    3. Rapat DPS (pasal  49)
    4. Transparansi (pasal  50-51)
    5. Sanksi (pasal  81-82)
    6. Lap. Hasil Pengawasan Syariah (pasal  88)

    Persyaratan DPS

    Ketentuan dalam Bank Indonesia  menyebutkan jumlah anggota DPS sedikitnya 2 orang dan sebanyak-banyaknya setengah dari jumlah direksi  (Ketentuan ini juga sesuai dengan UU No 40/2008 tentang  Perseroan Terbatas. Selain itu,  harus memperoleh rekomendasi dari DSN. Selanjutnya anggota DPS  harus diwawancara oleh Bank Indonesia menyangkut masalah Integritas , Kompetensi . dan Komitmen.

    Namun berkaitan dengan rangkap jabatan DPS di berbagai bank syariah,  perlu peninjauan kembali, mengingat banyaknya DPS yang mengawasi  4  atau 3 bank syariah, selain mengawasi lembaga  keuangan syariah non perbankan lainya. Mengingat besar dan ketatnya tugas  DPS, maka rangkap jabatan DPS di banyak bank, harus dikurangi dari 4 menjadi 2 DPS.   Keanggotaan DPS harus disebar secara adil dan proporsional kepada pakar syariah yang lain yang juga berkompeten, bahkan lebih berkompeten dan profesional.  Kini anggota DSN sudah  diisi oleh para pakar yang berkompeten, Dimasa lalu,  menurut K.H.Maruf Amin, pemilihan dan rekruitmen anggota DSN,   ibarat  pengangkatan anggota TNI 45, belum ada seleksi ketat, karena terbatasnya personil yang memenuhi kualifikasi. Kini setelah DSN berkembang sepuluh tahun,  para pakar syariah semakin banyak, jumlah pendidikan ekonomi syariah meningkat tajam sejalan dengan pesatnya pertumbuhan perbankan syariah. Selain rangkap jabatan yang over capacity, DPS juga dilarang merangkap sebagai konsultan bank syariah. Artinya konsultan bank syariah tidak boleh menjadi Dewan pengawas syariah. Logika larangan ini adalah bahwa konsultan sering kali diminta merancang sebuah produk oleh direksi. Lalu direksi meminta pertimbangan syariah dari DPS, Padahal DPS tersebut adalah konsultan yang bersangkutan. Pembolehan rangkap jabatan ini dinilai akan membuat peran DPS tidak fair, karena dia juga adalah konsutan bank syariah bersangkutan.

    Larangan rangkap jabatan DPS yang juga berperan sebagai konsultan, harus ditaati paling lama setahun setelah PBI  ini dikeluarkan. Ketentuan ini diatur pada pasal 89. Redaksinya berbunyi sbb :  “Ketentuan mengenai larangan rangkap jabatan bagi anggota DPS sebagai konsultan di BUS dan/atau UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 4) wajib dipenuhi paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal berlakunya PBI ini”.

    Selanjutnya pasal 45 menyebutkan :

    1. Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan Pengawas Syariah kepada Rapat Umum Pemegang Saham dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
    2. Masa jabatan anggota Dewan Pengawas Syariah paling lama sama dengan masa jabatan anggota Direksi atau Dewan Komisaris.

    Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah

    Tugas dan Tanggung Jawab ini diatur pada pasal 46  dan 47. Menurut pasal 46 “Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG”.  Pasal 47 menyebutkan, “ Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah”.

    Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain :

    • Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;
    • Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia;
    • Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;
    • Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan
    • Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

    Mencermati tugas tersebut, perlu di tegaskan bahwa DPS hanya mengawasi aspek kebijakan syariah, menilai kesesuaian produk dengan syariah.  Dengan demikian DPS tidak melakukan pengawasan operasional perbankan dalam konteks resiko kerugian financial, seperti adanya  moral hazard yang dilakukan direksi atau oknum perbankan terhadap nasabah. Karena itu, tidak tepat jika seorang jaksa memanggil DPS terkait adanya kolusi pejabat bank dengan nasabah. Hal itu dikarenakan di luar tugas dan wewenang DPS. DPS tidak boleh dipandang sebagai komisaris, karena DPS hanya bertugas menilai kesyariahan produk dan syariah compliance lainnya.

    Selanjutnya tugas DPS terdapat pada pasal 47 ayat 3,4 dan 5 , yang menyatakan :

    Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran.

    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester dimaksud berakhir.

    Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan diatur lebih rinci dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

    Komitmen Waktu

    Pasal 48 PBI tersebut dengan tegas memastikan komitmen waktu DPS dalam pengawasan bank syariah. Pasal tersebut menyebutkan, bahwa  anggota Dewan Pengawas Syariah wajib menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.

    Rapat DPS (Pasal 49)

    1. Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
    2. Pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas Syariah dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.
    3. Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah.
    4. Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik.

    Aspek Transparan DPS (Pasal 50)

    Anggota  Dewan  Pengawas Syariah wajib mengungkapkan rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah lain dalam laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

    Pengunaan fasilitas (Pasal 51)

    (1)  Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang memanfaatkan BUS untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS.

    (2)  Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.

    (3)  Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

    (4)  Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS.

    Kewajiban Direktur tentang DPS

    Direktur UUS wajib menindaklanjuti rekomendasi dari hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah. (Pasal  69)

    Direktur UUS wajib menyediakan data dan informasi terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah yang       akurat, relevan dan tepat waktu kepada Dewan Pengawas Syariah. Pasal 70

    Sanksi Pelanggaran GCG (Pasal 82)

    (1) Dalam hal terdapat 3 (tiga) kali teguran tertulis dari Bank Indonesia terkait pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 46,  Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 50 dan Pasal 51, maka BUS atau UUS terkait harus mengganti anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut.

    (2) Dalam hal Dewan Pengawas Syariah tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan izin usaha Bank dicabut, maka anggota Dewan Pengawas Syariah dimaksud dapat dikenakan sanksi berupa pelarangan menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah di perbankan syariah paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan izin usaha Bank oleh Bank Indonesia.

    Laporan hasil pengawasan DPS

    Pasal ini sesungguhnya bukan tugas dan tanggung jawab DPS, tetapi kewajiban bank syariah untuk menyampaikan hasil laporan Dewan Pengawas Syariah ke bank Indonesia.  Pasal 88 PBI tersebut menyebutkan :

    1. Bank yang tidak mentaati ketentuan pelaporan hasil pengawasan DPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat 4, pelaporan perubahan pedoman, sistem dan prosedur sebagaimana dimaksud, dalam pasal 58, ayat 1 dan ayat 2, serta pelaporan perubahan struktur, kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 ayat 3 dan 5, dapat dikenakan sanksi administrasi seuai pasal 58 Undang Undang No 21 Tahun 2008 tentang perbannkan syariah berupa :

    • Teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar 1 Juta perhari kerja. Kelambatan ntuk setiap pelaporan.
    • Teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp 40 juta apabila bank tidak menyampaikan laporan.

    2. Bank diunyatakan tidak menyampaikan laporan  sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, apabila bank belum menyampaikan laporan dimaksud setelah 1 bulan, sejak batas akhir penyampaian laporan. Untuk pelaporan perubahan pedoman sistem dan prosedur serta pelaporan perubahan struktur kelompok usaha

    3. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b apabila bank belum mehyampaikan laporan dimaksud setelah 2 bulan sejak batas akhir penyampaian laporan untuk pelaporan hasil pengawasan DPS.

    4. Pengenaan sanksi sebagaimna dimaksud pada ayat 1 tidak menghapuskan kewajaiban bank untuk menyampaikan laporan dimaksud.

    Penutup

    Berdasarkan ketentuan – ketentuan penerapan Good Corporate Governance yang  diperankan oleh DPS, maka tugas dan tangung jawab DPS semakin berat. Untuk itu dibutuhkan keseriusan, waktu yang cukup serta kompetensi yang  tinggi. Tugas dan tanggung yang berat tersebut harus disesuaikan dengan ujrah yang  harus diterima oleh para Dewan Pengawas Syariah. Sebuah kaedah mengatakan Al-Ajru bi qadri al masyaqqah (Upah sesuai dengan tingkat kesulitan).

    Tujuan penerapan GCG di bank syariah adalah dalam rangka menciptakan kemaslahatan bank syariah dan ekonomi umat dan bangsa di masa depan. Peraturan Bank Indonesia ini tidak boleh dipandang sebagai upaya mempersulit tugas –tugas praktisi dan Dewan Pengawas Syartiah. Dewan pengawas Syariah tidak boleh memaksakan diri menjadi DPS  kalau memang tidak mampu dan atau tidak punya waktu.  Atribut syariah memang  terlalu sakral bagi pejuang dan da’i ekonomi syariah. Jika bank syariah tercemar oleh penyimpangan dan masalah keuangan yang menyebabkan runtuhnya salah satu bank syariah, maka citra syariah secara menyeluruh akan tergores. Karena itu  penerapan GCG bank syariah sudah merupakan tuntutan syariah dan dakwah.

     

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition