• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Perbedaan Bunga Dan Bagi Hasil

    5

    Posted on : 06-04-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Bunga (Riba), Fikih Muamalah

    Sangat banyak masyarakat umum dan bahkan intelektual terdidik, yang belum memahami konsep bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah. Secara dangkal dan keliru, mereka mengklaim, bahwa bagi hasil hanyalah nama lain dari sistem bunga. Tegasnya, bagi hasil dan bunga sama saja. Pandangan ini juga masih terdapat dikalangan sebagian kecil ustadz yang belum memahami konsep dan operasional bai hasil.

    Untuk meluruskan kesalahpahaman itu, perlu dibahas pebedaan bunga dan bagi hasil dalam ruangan yang terbatas ini.

    Dalam bank syariah, ada tiga produk pembiayaan yang dipraktekkan, Pertama, bagi hasil, Kedua, jual-beli dan Ketiga, ijarah dan jasa.

    Bagi hasil, terdiri dari mudharabah dan musyarakah. Jual beli, terdiri dari produk ba’i murabahah, ba’i istisna’, dan ba’i salam. Sedangkan jasa, terdiri dari wakalah, kafalah, hiwalah, ijarah, ba’i at-takjiri dan al-ijarah muntahiyah bit tamlik.

    Jadi, dalam perbankan syariah, bagi hasil hanyalah salah satu produk pembiayaan perbankan syariah. Saat ini bank syariah di Indonesia, masih dominan menerapkan produk jual beli, khususnya, jual beli murabahah dan istisna’.

    Sistem bagi hasil, sebagai ciri khas utama bank syariah belum diterapkan secara menyeluruh dalam operasi bank muamalah, karena memang, bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) hanyalah salah satu dari konsep fikih muamalah. Namun harus dicatat, meskipun bagi hasil belum diterapkan secara dominan, tetapi praktek bunga sudah bisa dihindarkan secara total.

    Tujuh Perbedaan

    Setidaknya, ada tujuh perbedaan penting antara bungan dan bagi hasil. Tujuh perbedaan ini sudah terlalu cukup bagi kita untuk memahami konsep bagi hasil dan bedanya dengan bunga.

    Pertama, penentuan bungan ditetapkan sejak awal, tanpa berpedoman pada untung rugi, sehingga besarnya bunga yang harus dibayar  sudah diketahui sejak awal.

    Misalnya, si A meminjam uang di sebuah bank konvensional sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu pelunasan selama 12 bulan. Besar bunga yang harus dibayar si A, ditetapkan bank secara pasti, misalnya 24 % setahun. Dengan demikian si A  harus membayar Rp. 200.000 per bulan, selain pokok pinjaman.

    Sedangkan pada sistem bagi hasil, penentuan jumlah besarnya tidak ditetapkan sejak awal, karena pengemblian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola nisbah (rasio) bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah ada untungnya.

    Misalnya, si A menerima pembiayaan mudhrabah sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu pelunasan 12 bulan. Jumlah bagi hasil yang harus dibayarkan kepada Bank belum diketahui sejak awal. Kedua belah pihak hanya menyepakati porsi bagi hasil misalkan 80 % bagi hasil dan 20 % untuk bank syariah.

    Pada bulan pertama si A mendapatkan keuntungan bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000,- maka bagi hasil yang disetorkannya kepada bank syariah ialah 20 % x Rp. 1.000.000,- = Rp. 200.000,- jadi bagi hasil yang harus dibayarkan ialah Rp. 200.000,- ditambah pokok pinjaman.

    Pada bulan kedua, keuntungannya meningkat, misalnya menjadi Rp. 1.500.000,- maka bagi hasil yang disetorkan sebesar 20 % x Rp. 1.500.000,- = Rp. 300.000,- maka jumlah setoran bagi hasil pada bulan kedua sebesar Rp. 300.000,-

    Pad bulan ketiga, keuntungan mungkin saja menurun, misalkan Rp. 750.000,- maka bagi hasil yang dibayarkan pada bulan tersebut ialah 20 % x Rp. 750.000,- = Rp. 150.000,-

    Dengan demikian, jumlah bagi hasil selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu, sesuai dengan besar kecilnya keuntungan yang diraih mudharib (pengelola dana / pengusaha). Hal ini tentu berbeda sekali dengan bunga.

    Kedua, besarnya persentase bunga dan besarnya nilai rupiah, ditentukan sebelumnya berdasarkan jumlah uang yang dipinjamkan. Misalnya 24 % dari besar pinjaman. Sedangkan dalam bagi hasil, besarnya bagi hasil tidak didasarkan pada jumlah pinjaman (pembiayaan), tetapi berdasarkan keuntungan yang pararel, misalnya, 40 : 60 (40 % keuntungan untuk bank dan 60 % untuk deposan) atau 35 : 65 (35 % untuk bank dan 65 % untuk deposan) dan seterusnya.

    Ketiga, dalam sistem bunga, jika terjadi kerugian, maka kerugian itu hanya ditanggung si peminjam (debitur) saja, berdasarkan pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan, sedangkan pada sistem bagi hasil, jika terjadi kerugian, maka hal itu ditanggung bersama oleh pemilik modal dan peminjam. Pihak perbankan syariah menanggung kerugian tenaga, waktu dan pikiran.

    Keempat, pada sistem bunga, jumlah pembayaran bunga kepada nasabah penabung / deposan tidak meningkat, sekalipun keuntungan bank meningkat, karena persentase bunga ditetapkan secara pasti tanpa didasarkan pada untung dan rugi. Sedangkan dalam sitem bagi hasil, jumlah pembagian laba yang diterima deposan akan meningkat, manakala keuntungan bank meningkat, sesuai dengan peningkatan jumlah keuntungan bank.

    Kelima, pada sistem bunga, besarnya bunga yang harus dibayar di peminjam, pasti diterima bank, sedangkan dalam sistem bagi hasil, besarnya tidak pasti, tergantung pada keuntungan perusahaan yang dikelola si peminjam, sebab keberhasilan usahalah yang menjadi perhatian bersama pemilik modl (bank) dan peminjam.

    Keenam, sestem bunga, dilarang oleh semua agama samawi. Sedang sistem bagi hasil tak ada agama yang mengancamnya. Bunga dilarang dengan tegas oleh agama-agama Yahudi, Nasrani dan Islam, seperti terungkap dibawah ini :

    “Jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, jangan kamu bersikap seperti orang yang menghutangkan, jangan kamu meminta keuntungan untuk hartamu (Kitab Keluaran Perjanjian Lama, Ayat 25 pasal 22).

    “Jika saudaramu membutuhkan sesuatu, maka tanggunglah, jangan kau meminta dirinya keuntungan dan manfaat” (Kitab Imamat ayat 35 pasal 25).

    “Jika kamu meminjamkan kepada orang, yang kamu mengharapkan bayaran darinya, maka kelebihan apa yang diberikan olehmu. Tetepi lakukanlah kebaikan-kebaikan dan pinjamkanlah tanpa mengharapakan pengembaliannya. Dengan begitu pahalamu melimpah ruah. (Injil Lukas, ayat 34, 35 pasal 6).

    Berdasarkan nash ini, para gerejawan sepakat mengharamkan riba secara total. Scubar mengatakan, “Sesungguhnya orang yang mengatakan riba bukan maksiat, ia di hitung sebagai orang atheis yang keluar dari agama”. Sementara itu, Paus Pius berkata, “ Sesungguhnya para pemakan riba, mereka kehilangan harga diri dalam hidup di dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikafankan setelah mereka mati”.

    Ketujuh, pihak bank dalam sistem bunga, memastikan penghasilan debitur di masa yang akan datang dan karena itu ia menetapkan sejak awal jumlah bunga yang harus dibayarkan kepada bank. Sedangkan dalam sistem bagi hasil, tidak ada pemastian tersebut, karena yang bis memastikan penghasilan di masa depan hanyalah Allah. Karena itu, bunga bertentangan dengan surah Luqman ayat 34. “Tak seorangpun yang bisa mengetahui apa (berapa) yang dihasilkannya besok”. Sedangkan bunga sudah ditetapkan jumlahnya sejak awal. Kesimpulan point ini adalah kalau bunga bertentangan dengan surah Luqman ayat 34, sedangkan bagi hasil merupakan penerapan surat Luqman ayat 34 tersebut. (Agustianto)

     

    Comments (5)

    ass…..
    mohon pencerahan pak.. setahu saya praktek pembiayaan d bank syariah kok g begitu ya?misal qt pinjam Rp.10.000.000 dari awal si marketing pembiayaan sudah menawarkan kalo jngka waktu 1 th margin sekian persen 2 th sekian,dst…gak ada tu penawaran nisbahnya?kecuali kalo tabungan memang betul dari awal qt dikasih nisbah bagi hasil sekian.pertanyaannya — sudah syari kah bank syariah yang ada di indonesia???

    Benar tuh Bang….; gak seperti itu yang dipraktekan Bank yg ngakunya syariah; wong pinjam 10.000.000,- sudah jelas koq diawal ngembalikan perbulannya berapa….cek dulu coba Pak AGUSTIANTO….; dan saya belum tau hitung-hitungan jika rugi…bagaimana hitungannya…semisal pinjaman 10jt tadi habis…tanpa sisa…gmn perlakuannya??? MOHON DIJAWAB PAK…TERIMAKASIH…JAZAKUMULLAH..

    Assalamualaikum, sreahusnya para penyokong PAS yang menganggap diri mereka “Pembela Islam” harus galakan Y.B D Seri Hadi bermuzakarah terbuka dengan Ahmadiyah. Tajuk ” Ahmadiyah Terkeluar Dari Islam atau Tidak” Jangan hanya pandai berdemonstarsi atau bercakap di hadapan penyokong sendiri sahaja, marilah bermuzakarah dengan lebih intelektual ikut petunjuk Al Quran dan pesan suci Yang Mulia Nabi Muhammad saw, bawalah dalil-dalil dan kita bersemuka dengan memperlihatkan keindahan ajaran Islam yang BERDIRI DAN BERKEMBANG DENGAN DALIL BUKAN DENGAN PEDANG ATAU KEKERASAN.

    Assalamualaikum Wr.Wb. Pak Agus, jika kita selaku yang meminjamkan uang, jadi bagaimana kita mengetahui berapa keuntungan si peminjam yang didapat dari uang yang kita beri pinjaman tsb? dan bagaimana klo sipeminjam tidak jujur bisa saja dia bilang rugi padahal untung ? dan bagaimana tanggung jawab sipenerima pinjaman terhadap modal yang kita beri ? Mohon Pejelasan.
    Wassalam

    Asww….mohon informasi mengenai Bisnis Bagi Hasil pedagang kecil, bagaimana prakteknya. Misal saya punya modal 10 juta, dusahakan oleh pengusaha kecil (jualan pisang goreng). Bagaimana cara menghitung laba, apakah harus menunggu modal dulu tercapai atau hasil penjualan setiap hari dibagi sesuai kesepakatan, misal : pemodal 40% dan pengusaha 60%….atau sebagian disishkan untuk mengembalikan modal 10 juta. Dan selanjutnya, jika ternyata setelah satu tahun tidak ada laba, bagaimana upayanya….Demikian, terima kasih
    Wassalam
    IM

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition