• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Kewajiban umat islam mengetahui Muamalah maliyah (fikih ekonomi)

    0

    Posted on : 08-04-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Fikih Muamalah, Islamic Economics

    Oleh : Agustianto

    Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan

    Dosen Fikih Muamalah Ekonomi Pascasarjana Universitas Indoensia

    Ajaran muamalah adalah bagian paling penting (dharuriyat) dalam ajaran Islam. Dalam kitab Al-Mu’amalah fil Islam, Dr. Abdul Sattar Fathullah Sa’id mengatakan :

    Artinya :

    Di antara unsur dharurat (masalah paling penting) dalam masyarakat manusia adalah “Muamalah”, yang mengatur hukum antara individu dan masyarakat. Karena itu syariah ilahiyah datang untuk mengatur muamalah di antara manusia dalam rangka mewujudkan tujuan syariah dan menjelaskan hukumnya kepada mereka

    Menurut ulama Abdul Sattar di atas,  para ulama sepakat tentang mutlaknya ummat Islam memahami dan mengetahui hukum muamalah maliyah (ekonomi syariah)

    Artinya :

    Ulama sepakat bahwa muamalat itu sendiri adalah masalah kemanusiaan yang maha penting (dharuriyah basyariyah)

    Fardhu ‘Ain

    Syech Husein Shahhathah (Al-Ustaz Universitas Al-Azhar Cairo) dalam buku Al-Iltizam bi Dhawabith asy-Syar’iyah fil Muamalat Maliyah (2002) mengatakan, “Fiqh muamalah ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.

    Husein Shahhatah, selanjutnya menulis,  “Dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang Muslim yang bertaqwa dan takut kepada Allah swt, Harus berupaya keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh dan ikhlas untuk Allah semata” Memahami/mengetahui hukum muamalah maliyah wajib bagi setiap muslim, namun untuk menjadi  expert (ahli) dalam bidang ini hukumnya fardhu kifayah

    Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :

    “Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqh (muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi)

    Berdasarkan ucapan Umar di atas, maka dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa umat Islam :

    Tidak boleh beraktivitas perbankan,   kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas asuransi,       kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas pasar modal, kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas koperasi,       kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas pegadaian,    kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas reksadana,    kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas bisnis MLM,kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh beraktifitas jual-beli,        kecuali faham fiqh muamalah

    Tidak boleh berbisnis apapun,                kecuali  faham fiqh   muamalah

    Sehubungan dengan itulah Dr.Abdul Sattar menyimpulkan :

    Artinya : Dari sini jelaslah bahwa “Muamalat” adalah inti terdalam dari tujuan agama Islam untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia. Karena itu para Rasul terdahulu mengajak umat (berdakwah) untuk mengamalkan muamalah, karena memandangnya sebagai ajaran agama yang mesti dilaksanakan, Tidak ada pilihan bagi seseorang untuk tidak mengamalkannya.(Hlm.16)

    Dalam konteks ini Allah berfirman :

    Artinya :  ‘Dan kepada penduduk Madyan, Kami utus saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata, “Hai Kaumku sembahlah Allah, sekali-kali Tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan Janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik. Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)”. Dan Syu’aib berkata,”Hai kaumku sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Hud : 84,85)

    Dua ayat di atas mengisahkan perdebatan kaum Nabi Syu’aib dengan umatnya yang mengingkari agama yang dibawanya. Nabi Syu’aib  mengajarkan I’tiqad dan iqtishad (aqidah dan ekonomi). Nabi Syu’aib mengingatkan mereka tentang kekacauan transaksi muamalah (ekonomi) yang mereka lakukan selama ini.

    Al-Quran lebih lanjut mengisahkan ungkapan umatnya yang merasa keberatan diatur transaksi ekonominya.

    Artinya :

    Mereka berkata, “Hai Syu’aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kamu meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyangmu atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang penyantun lagi cerdas”.

    • Ayat ini berisi dua peringatan penting, yaitu aqidah dan muamalah
    • Ayat ini juga menjelaskan bahwa pencarian dan pengelolaan rezeki (harta) tidak boleh sekehendak hati, melainkan mesti sesuai dengan kehendak dan tuntunan Allah, yang disebut dengan syari’ah.
    • Ayat ini juga secara nyata menjelaskan bahwa materi dakwah Nabi Syu’aib, tidak pernah meninggalkan dakwah di bidang ekonomi.Maka Nabi Muhammad Saw pun sangat banyak mengajarkan dan mendakwahkan ekonomi syariah, Maka para ustaz, muballigh saat ini dituntut sekali untuk juga menyampaikan materi dakwah ekonomi syariah ini.

    Aturan Allah tentang ekonomi disebut dengan ekonomi syariah. Umat manusia tidak boleh sekehendak hati mengelola hartanya, tanpa aturan syari’ah. Syariah misalnya secara tegas mengharamkan bunga bank. Semua ulama sedunia yang ahli ekonomi Islam (para ulama, professor dan Doktor) telah ijma’ mengharamkan bunga bank. (Baca tulisan Prof.Yusuf Qardhawi, Prof Umar Chapra, Prof.Ali Ash-Shabuni, Prof Muhammad Akram Khan, dll). Tidak ada perbedaan pendapat pakar ekonomi Islam tentang bunga bank. Untuk itulah lahir bank-bank Islam dan lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya. Jika banyak umat Islam yang belum faham tentang bank syariah atau secara dangkal memandang bank Islam sama dengan bank konvensianal, maka perlu edukasi pembelajaran atau pengajian muamalah, agar tak muncul salah faham tentang syariah. Orang yang belum belajar tentang bank syariah, selalu memiliki kesimpulan yang salah tentang bank syariah. Jadi kuncinya ilmu pengetahuan. Kami bisa memastikan, jika para pembaca dialog ilmiah secara rasional. teori dan praktek, pasti melihat perbedaan-perbedaan yang  nyata antara bank syariah dan bank konvensional.

    Muamalah adalah Sunnah Para Nabi

    Berdasarkan ayat-ayat di atas, Syekh Abdul Sattar menyimpulkan bahwa hukum muamalah adalah sunnah para Nabi sepanjang sejarah.

    Artinya : Muamalah ini adalah sunnah yang terus-menerus dilaksanakan para Nabi AS, (hlm.16), sebagaimana firman Allah

    Dengan demikian, berarti jika ada pengajian agama di masjid, pesantren, majlis ta’lim yang mengabaikan materi ekonomi Islam, maka berarti mereka sudah memutuskan sunnah para Nabi. Islam bukan hanya ibadah, zikir dan melulu spiritual, tetapi sangat lengkap, termasuk dan terutama ekonomi syariah.

    Artinya :

    Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat menegakkan keadilan itu.

    Pengertian Muamalah

    Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan yang luas, sebagaimana dirumuskan oleh Muhammad Yusuf Musa, yaitu Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan dita’ati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”. Namun belakangan ini pengertian muamalah lebih banyak dipahami sebagai“Aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta benda”atau lebih tepatnya “aturan Islam  tentang kegiatan ekonomi manusia”

    Ruang Lingkup Muamalah

    1. Harta dan ’Ukud )akad-akad)
    2. Buyu’ (tentang jual beli)
    3. Ar-Rahn (tentang pegadaian)
    4. Hiwalah (pengalihan hutang)
    5. Ash-Shulhu (perdamaian  bisnis)
    6. Adh-Dhaman (jaminan, asuransi)
    7. Syirkah (tentang perkongsian)
    8. Wakalah (tentang perwakilan)
    9. Wadi’ah (tentang penitipan)
    10. ‘Ariyah (tentang peminjaman)
    11. Ghasab (perampasan harta orang lain dengan tidak shah)
    12. Syuf’ah (hak diutamakan dalam syirkah atau sepadan tanah)
    13. Mudharabah (syirkah modal dan tenaga)
    14. Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun)
    15. Muzara’ah (kerjasama pertanian)
    16. Kafalah (penjaminan)
    17. Taflis (jatuh bangkrut)
    18. Al-Hajru (batasan bertindak)
    19. Ji’alah (sayembara, pemberian fee)
    20. Qaradh (pejaman)
    21. Ba’i Murabahah
    22. Bai’ Salam
    23. Bai Istishna’
    24. Ba’i Muajjal dan Ba’i Taqsith
    25. Ba’i Sharf  dan transaksi valas
    26. ’Urbun (panjar/DP)
    27. Ijarah (sewa-menyewa)
    28. Riba, konsep uang dan kebijakan moneter
    29. Shukuk (surat utang  atau obligasi)
    30. Faraidh (warisan)
    31. Luqthah (barang tercecer)
    32. Waqaf
    33. Hibah
    34. Washiat
    35. Iqrar (pengakuan)
    36. Qismul fa’i wal ghanimah (pembagian fa’i dan ghanimah)
    37. ???????Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat)
    38. Ibrak (pembebasan hutang)
    39. Muqasah (Discount)
    40. Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur
    41. Baitul Mal
    42. Kebijakan fiskal Islam
    43. Prinsip dan perilaku konsumen
    44. Prinsip dan perilaku produsen
    45. Keadilan Distribusi
    46. Perburuhan (hubungan buruh dan majikan)
    47. Jual beli gharar, bai’ najasy, bai’ al-‘inah,
    48. Ihtikar dan monopoli
    49. Pasar modal Islami dan Reksadana
    50. Asuransi Islam, Bank Islam, dan lain-lain

    Penutup

    Dari berbagai kutipan di atas disimpulkan bahwa kajian muamalah  mutlak dilaksanakan dan wajib diadakan oleh umat Islam dalam pengajian-pengajian keagamaan, baik di mesjid maupun di mushalla. Hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Para nazir mesjid wajib melaksanakannya, sehingga ada keseimbangan antara kajian aqidah, ibadah dengan kajian muamalah. Dengan demikian, kajian fiqh muamalah tidak hanya di Program S1, S2 dan S3 di Perguruan Tinggi, tetapi juga di kalangan masyarakat Islam lainnya, khususnya di majlis ta’lim dan  pengajian Islam di mesjid-mesjid. Mudah-mudahan tulisan ini menyadarkan kita untuk mendalami syariah Allah di masa-masa yang akan datang  demi pengamalan Islam yang holistik  dan kebangkitan ekonomi umat.

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition