• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • 10 Pilar Pengembangan Bank Syari’ah

    0

    Posted on : 01-04-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Perbankan Syariah

    Oleh : Agustianto

    Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)  dan Dosen Ekonomi Islam Pascasarjana UI

    Market share bank syariah di Indonesia saat ini, relatif masih kecil, belum mencapai ,3,5 % dari total asset bank secara nasional. Menurut Siti Fajriyah, salah seorang Deputi Gubernur Bank Indonesia, jumlah nasabah Bank syariah saat ini,  baru sekitar 3 juta orang. Padahal jumlah umat Islam potensial untuk menjadi customer bank syariah lebih dari 100 juta orang. Dengan demikian, mayoritas umat Islam belum berhubungan dengan bank syariah.

    Banyak faktor yang menyebabkan mengapa umat Islam belum berhubungan dengan bank-syariah, antara lain  Pertama, Tingkat pemahaman dan pengetahuan umat tentang bank syariah masih sangat rendah. Masih banyak yang belum mengerti dan salah faham tentang bank syariah dan menggangapnya sama saja dengan bank konvensional, Bahkan sebagian ustaz yang tidak memiliki ilmu yang memadai tentang ekonomi Islam (ilmu ekonomi makro;moneter dan teknis perbankan)  masih berpandangan miring tentang bank syariah, karena kurang informasi keilmuan tentang bank syariah. Kedua, Belum ada gerakan bersama dalam skala besar untuk  mempromosikan bank syariah. Ketiga, Terbatasnya pakar dan SDM ekonomi syari’ah. Keempat, Peran pemerintah masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah. Kelima, Peran ulama, ustaz dan dai’ masih relatif kecil. Ulama yang berjuang keras mendakwahlan ekonomi syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan akademisi yang telah tercerahkan. Bahkan masih banyak anggota DSN yang belum menjadikan tema khutbah dan pengajian tentang bank dan ekonomi syariah. Keenam, para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk perguruan Tinggi Islam belum optimal. Ketujuh, peran ormas Islam juga belum optimal membantu dan mendukung gerakan bank syariah. Terbukti mereka masih banyak yang berhubungan dengan bank konvensional. Kedelapan, Bank Indonesia sangat tidak serius mengembangkan bank syariah. Meski telah ada direktorat bank syari’ah dan berbagai kebijakan (regulasi) yang mendukung lewat PBI, namun dari sisi alokasi dana untuk edukasi, sosialisasi dan promosi masih sangat minim. Sehingga dana promosi sebuah bank swasta, jauh lebih besar dari biaya promosi total/seluruh bank syariah yang jumlahnya lebih dari 21 bank syariah tersebut.

    Meskipun ada PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), namun gerakannya sangat kecil dan terbatas, personilnya juga sangat sedikit. Mestinya Bank Indonesia menumbuhkan 100 atau malah 1.000 PKES di Indonesia, bukan hanya satu PKES dengan personil yang terbatas. Cara menumbuhkannya, Bank Indonesia harus mensupport dana kepada lembaga-lembaga Kajian Bank Syariah dan forum-forum studi bank syariah dengan penggunaan dana yang dapat dipertanggung jawabkan dan kegiatan yang digelar benar-benar signifikan untuk mendorong percepatan perkembangan bank syariah. Kita sanggup sebagai kordinatornya untuk menumbuhkan PKES-PKES baru diberbagai kota strategis.  Hasil kegiatan lembaga-lembaga harus dapat diukur dan dibuktikan efektifitasnya dalam mendorong pertumbuhan asset bank syariah.. Mereka dipasang target. Lembaga-lembaga Kajian dan Forum-Forum itu dapat dijadikan sebagai corong dan ujung tombak pengembangan bank syariah, sebagaimana halnya PKES.

    Organisasi seperti Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), menjadi keniscayaan  bagi Bank Indonedia untuk memberikan bantuan dananya, agar IAEI bisa lebih dinamis dan proaktif mensosialisasikan bank syariah, baik di dunia kampus, pejabat pemerintah, ulama, hartawan, pengusaha dan masyarakat luas. Lebih separoh program kegiatan IAEI bertujuan mempromosikan bank syariah dan meningkatkan asset bank-bank syariah. Namun IAEI tidak memiliki dana untuk bergerak, akhirnya sulit melaksanakan kegiatan promosi bank syariah.

    Bank Indonesia juga harus mendukung pembentukan organisasi dai’ ekonomi syariah. Setiap da’i memiliki ribuan jamaah. Bila mereka telah memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang bank syariah, maka fatwa-fatwa mereka tidak lagi datar memandang bank syariah, tetapi secara mantap dan penuh keyakinan ilmiah mengharamkan bunga bank. Umumnya da’i belum memahami dampak bunga bank yang sangat mengerikan bagi perekonomian negara dan dunia. Maksudnya, belum banyak training serius yang diikuti ulama tentang dampak bunga  secara empiris dan fakta ilmiah berdasarkan teori ekonomi modern. Bila ada 60.000 ulama yang bergerak secara serentak, maka akan terjadi booming hebat bagi pertumbuhan bank-bank syariah.

    Selain itu, perlu diperhatikan Bank Indonesia, bahwa   selama ini para dosen ekonomi syariah sering diundang untuk memberikan seminar dan ceramah di kampus-kampus, di ormas Islam, tetapi seringkali dosen ekonomi Islam tersebut sama sekali tidak diberi hanor oleh panitia karena keterbatasan dana panitia pelaksana. Mengandalkan semangat jihad untuk memerangi riba tidak cukup dengan semangat saja, tanpa alat dan senjata. Senjata itu antara lain adalah dana.

    Fakta membuktikan bahwa biaya untuk mengembangkan bank syariah oleh Bank Indonesia masih sangat kecil, sehingga dalam berbagai momentum promosi bank syariah, sumbangan Bank Indonesia masih sangat kecil. Kalau Bank Indonesia mau mengalokasikan sedikit dana untuk pengembangan bank syariah, niscaya market share bank syariah tidak seperti sekarang ini, belum 2 %. Kecilnya market share ini sebagian besar disebabkan karena sedikitnya alokasi dana untuk pengembangan bank syariah dari Bank Indonesia.  Kita membutuhkan dana untuk edukasi dan pencerdasan masyarakat tentang bank syariah. Promosi, pendidikan dan pelatihan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Termasuk untuk  mentraining ulama secara berkelanjutan. Ulama sebagai ujung tombak keberhasilan sebuah program belum dilirik secara serius oleh Bank Indonesia. Ada sekitar 60.000-70.000 ulama dan dai yang perlu ditraining tentang bank syariah. Bila mereka secara serempak mendakwahkan keunggulan bank syariah di 700.000 mesjid di Indonesia, maka market share bank syariah dalam beberapa bulan akan naik menjadi 30 %. Kita telah membuktikan hal ini di beberapa kota di mana ada kantor cabang bank syariah, sehingga sebuah kantor kas bank syariah bisa terbaik se-Indonesia dalam beberapa bulan untuk kategori penghimpunan dana pihak ketiga. Asset bak syariah bisa meningkat secara fantastis 300 atau 400 %. Banyak lagi yang bisa dilakukan untuk memajukan bank syariah, jika kita punya dana promosi dan pengembangan.

    Prospek Bank Syari’ah

    Tidak bisa dibantah, bahwa  perbankan syari’ah  mempunyai potensi  dan prospek yang sangat bagus  untuk dikembangkan di Indonesia . Prospek yang baik ini setidaknya  ditandai oleh empat hal ;

    Pertama, Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan pasar potensial bagi pengembangan bank syari’ah di Indonseia. Sampai saat ini, pangsa pasar yang besar itu belum tergarap secara  signifikan. Data terakhir menunjukkan bahwa market share perbankan syari’ah di Indonesia masih sangat kecil, yaitu  1,65 %, belum mencapai 2 %, (lihat tabel). Ini menunjukkan bahwa market share bank syari’ah masih sangat besar

    Kedua, Perkembangan lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah yang komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak yang masih menolak ekonomi syariah karena belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi syariah.  Ketiga Bahwa fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap  berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syari’ah. Pasca fatwa MUI tersebut,  terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke bank syari’ah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana pihak ketiga yang masuk ke perbankan syari’ah hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini semakin mendapat dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.

    Keempat, Harapan kita kepada sikap pemerintah cukup besar untuk berpihak pada kebenaran, keadilan dan kemakmuran rakyat. Political will pemerintah untuk mendukung pengembangan perbakan syari’ah di Indonesia tinggal menunggu waktu, lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung membesarkan bank-bank syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-benar mendukung bank yang menguntungkan negara dan menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama ini terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan bank syariah akan berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar. Memang banyak peran Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah, khususnya dalam  regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan pencerdasan bangsa masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank Indonesia.

    Kelima, Masuknya lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam jasa usaha perbankan syari’ah di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa usaha perbankan syari’ah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh para investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar. Dana-dana yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca 11 September  WTC,  mulai ditarik oleh investor Arab untuk ditempatkan di Asia. Ketika harga minyak 32 dollar US  perparel, Timur Tengah telah menjadi negara petro dollar, apalagi ketika harganya meningkat menjadi 70 dolar perbarel, tentu dana itu semakin besar. Bila potensi ini berhasil ditarik oleh bank-bank syariah, maka market share bank-bank syariah akan semakin besar. Konon potensi dana Timur Tengah saat ini mencapai 600-700 miliar dolar US.

    10 Pilar Pengembangan

    Untuk mengembangkan dan memajukan bank syariah setidaknya ada 10 pilar yang harus diperhatikan.

    1.Peningkatan pelayanan dan profesionalisme

    Di masa depan, ketika bank-bank syari’ah telah dominan dan meluas ke berbagai daerah, isu halal-haram tidak bisa diandalkan lagi. Pendekatan yang lebih menekankan aspek  emosional  harus  dikurangi. Bank-bank syari’ah  harus mengedepankan profesionalisme dan mengutamakan service exellence kepada customer

    Apabila perbankan syari’ah bisa memberikan pelayanan yang prima dan profesional serta memiliki kinerja yang exellence, maka dapat dipastikan umat Islam akan lebih percaya terhadap perbankan syari’ah. Para praktisi bank syari’ah harus dapat meyakinkan ummat Islam bahwa bank syari’ah itu lebih baik. Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa  faktor pelayanan sangat menentukan pilihan masyarakat dalam memilih bank-bank syariah.

    2.Inovasi Produk

    Perkembangan industri perbankan di dunia dalam beberapa dasawarsa terakhir ini amat mengagumkan. Produk-produk yang dikembangkan di pasar semakin bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Semuanya itu dikembangkan dengan dukungan teknologi informasi dan telekomunikasi yang semakin canggih, sehingga mempermudah urusan konsumen dan meningkatkan efisiensi kegiatan usaha para konsumen. Dari hari ke hari produk-produk baru terus bermunculan,  menawarkan daya tarik tersendiri.

    Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang harus dikembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syari’ah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syari’ah. Untuk mengembangkan produk-produk yang bervariasi dan menarik, bank syari’ah di Indonesia dapat membangun hubungan kerjasama atau berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan internasional. Kerjasama itu akan bermanfaat dalam mengembangkan produk-produk bank syari’ah. Keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa depan  akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap  sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah

    3. Sumber Daya Insani

    Bank Syari’ah harus mempersiapkan sumber daya insani (SDI) yang  berkualitas dan handal, karena eksistensi kualitas sumber daya insani sangat menentukan pengembangan perbankan syari’ah di masa mendatang. Kualitas sumber daya insani merupakan tulang punggung dalam suatu organisasi dan sangat berpengaruh pada keberhasilan organisasi. Untuk bisa menggerakkan bisnis islami dengan sukses, diperlukan SDI yang yang menguasai ilmu bisnis dan ilmu-ilmu syari’ah secara baik. Selama ini SDI penggerak bisnis islami berasal dari pendidikan umum yang diberi training singkat mengenai bisnis islami. Seringkali training seperti ini kurang memadai, karena yang perlu diupgrade bukan hanya knowlegde semata, tetapi juga paradigma syari’ah, visi dan missi, serta kepribadian syari’ah.

    Untuk melahirkan SDI yang berkompeten di bidang  bisnis dan hukum syari’ah secara komprehensif dan memadai, serta memiliki integritas tinggi, maka manajemen  bank syari’ah harus siap berinvestasi menyekolahkan dan mentraining para sumber daya insaninya. Integritas  tinggi hanya bisa diperoleh dan dipertahankan  bila dilandasai kejujuran  dan dapat dipercaya, sedangkan kompetensi perlu didukung dengan kecerdasan (fathanah), keterbukaan dan komunikatif (tabligh) .

    4. Perluasan Jaringan Kantor

    Perbankan syariah harus memperluas jaringan kantor  agar dapat menjangkau seluruh masyarakat, sehingga alasan darurat bagi daerah yang belum ada bank syari’ahnya bisa dikurangi. Bank-bank milik pemerintah (BUMN) dapat  melakukan perluasan outlate dengan memanfaatkan kantor-kantor cabangnya yang tersebar di seluruh Indonesia, misalnya Bank BNI dan BRI. Perluasan jaringan bank pemerintah tersebut tidak harus dengan membuka kantor-kantor cabang baru, karena membutuhkan modal besar. Sedangkan bagi bank swasta yang kekurangan modal untuk memperluas pembukaan outlate, harus  inovatif dalam membuat terobosan-terosan baru agar jaringannya menjangkau masyarakat luas sampai ke daerah-daerah. Office channeling merupakan sebuah langkah baru untuk mempercepat pertumbuhan asset bank syariah.

    5. Peraturan yang mendukung

    Sistem perbankan syari’ah merupakan sub-sistem dari sistem keuangan nasional.

    Oleh karena itu, keberadaan dan kegiatan  perbankan syari’ah tersebut perlu diatur secara tegas dan jelas dalam hukum positif atau perundang-undangan nasional yang berlaku, sebaiknya dalam bentuk Undang-Undang tersendiri. Undang-Undang tersebut tidak saja akan mewujudkan kepastian hukum, tetapi juga akan membuat suasana regulasi lebih kondusif.

    Semua fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional MUI tentang produk dan sistem perbankan syari’ah, harus diterjemahkan ke dalam peraturan Bank Indonesia. Hal ini akan semakin  menunjang kemampuan kompetitif perbankan syari’ah sehingga dapat meningkatkan pangsa pasarnya secara signifikan. Bila ini dilakukan, maka target 5 % pangsa pasar bank syari’ah  yang dicanangkan Bank Indonesia  dalam blue print,  akan terlampuai sebelum tahun 2011.

    6. Syari’ah Compliance

    Praktek operasional perbankan syari’ah harus benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah. Jawaban-jawaban apologetis yang berlindung di bawah payung Dewan Syari’ah tidak menjamin praktek operasinya benar-benar syari’ah. Dengan semakin meluasnya jaringan perbankan syari’ah, maka Dewan Pengawas Syari’ah, harus  lebih meningkatkan perannya secara aktif. Selama ini sangat banyak Dewan Pengawas Syari’ah tidak berfungsi melakukan pengawasan aspek syari’ahnya. Di masa depan, perlu dibentuk Dewan Pengawas Syari’ah di daerah. Bila  Dewan Pengawas Syari’ah hanya mengandalkan DPS pusat, sangat dikhawatirkan, praktek operasi bank syari’ah tidak terawasi. DPS pusat kini banyak tak mengetahui kalau di daerah-daerah ribuan penyimpangan syariah terjadi. Pengaduan audiens dalam forum-forum seminar kepada penulis juga tak terhitung banyaknya. Selain itu, para praktisi bank syariah, wajib mengikuti pengajian atau training ekonomi syariah secara berkelanjutan. Kini diasumsikan  lebih dari 80 % praktisi bank syariah belum memahami ekonomi syariah dan fiqh muamalah ekonomi. Para petinggi bank-bank syariah tampaknya tidak begitu peduli akan realitas minimnya pengetahuan kesyariahan para kru atau karyawan bank syariah. Memang ada satu atau dua bank yang peduli kepada aspek kepatuhan kepada syariah, namun secara umum, hal ini tidak menjadi perhatian para praktisi bank syariah.

    Selain itu, bank-bank syariah harus menjadi uswah hasanah dalam penerapan GCG (Good Corporate Governance). Bank-bank syariah harus berada di garda terdepan dalam implementasi GCG tersebut. Jangan nodai citra syariah yang suci dengan moral hazard. Penerapan good corporate govarnance di bank syariah, tidak saja meningkatkan kepercayaan publik kepada bank syariah, tetapi juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional.

    7. Edukasi  yang kontiniu.

    Upaya yang paling utama untuk membesarkan bank syariah adalah melaksanakan edukasi masyarakat tentang sistem bank syariah, keunggulannya, prinsip-prinsip yang melandasainya, mekanisme operasional, dsb. Prof.Dr.M.A.Mannan, pakar ekonomi Islam, dalam buku Ekonomi Islam, sejak tahun 1970 telah mengingatkan pentingnya upaya edukasi masyarakat tentang keunggulan sistem syariah dan keburukan dampak sistem ribawi.            Fakta membuktikan, bahwa market share perbankan syariah masih sekitar  1,6 persen, karena itu perlu gerakan edukasi dan pencerdasan secara rasional tentang perbankan syariah, bukan hanya mengandalkan kepatuhan (loyal) pada syariah.

    Masyarakat yang loyal syariah terbatas paling sekitar 10-15 %. Masyarakat harus dididik, bahwa menabung di bank syariah, bukan saja karena berlabel syariah, tetapi lebih dari itu, sistem ini dipastikan akan membawa rahmat dan  keadilan bagi ekonomi masyarakat, negara dan dunia, tentunya juga secara individu  menguntungkan. Umunya masyarakat belum mengerti kaitan bunga bank dengan APBN, kenaikan harga BBM, listril, telephon. Masyarakat juga belum mengerti betapa mengerikannya pengaruh negatif bunga bank saat ini terhadap kebangkrutan ekonomi Indonesia. Ratusan juta rakyat Indonesia menderita dalam kemiskinan dan penderitaan yang memilukan akibat sistem bunga yang masih berlaku di bank-bank konvensional. Banyak masyarakat awam yang tak faham akan realita ini. Ratusan trilun dalam beberaopa tahun terakhir disumbangkan secara salah kaprah untuk bank-bank konvensional agar mereka dapat bertahan dalam bentuk BLBI, bunganya dan SBI.

    Karena informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat masih banyak yang menyamakan bank syariah dan bank konvensional secara mikro dan sempit. Tegasnya, Masyarakat (publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem bunga, membawa dampak yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia dan negara-negara bangsa.

    Jika masyarakat masih menganggap sama bank syariah dengan bank konvensional, itu berarti, masyarakat belum faham tentang ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro syariah tentang interest, dampaknya terhadap inflasi, produsti, unemployment, juga belum faham tentang prinsip, filosofi, konsep dan operasional bank syari’ah. Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan yang floating (mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah berpindah-pindah. Maka kita perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif, yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan spiritual.

    Pendekatan rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat bagi hasil dan margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas. Pendekatan rasional juga bermakna ; menggunakan akal sehat dan cerdas dalam  memilih bank syariah.

    Pendekatan moral-etis adalah penjelasan rasional tentang dampak sistem ribawi bagi ekonomi negara, bangsa dan masyarakat secara agregat, dan dampaknya terhadap  ekonomi dunia. Dengan penjelasan itu, maka secara moral, tanpa memandang agama, semua orang akan terpanggil untuk meninggalkan sistem riba.

    Pendekatan spiritual adalah pendekatan emosional keagaaman karena sistem dan label syariah yang melekat pada bank syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka yang taat menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi syariah, meskipun mereka kurang faham tentang keunggulan bank syariah secara teori dan praktis.  Upaya membangun pasar spiritual yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin gencar sosialisasi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat asset bank-bank syariah.

    Sasaran edukasi sangat luas meliputi seluruh komponen masyarakat, seperti ulama, pemerintah, akademisi, pengusaha, ormas Islam dan masyarakat secara luas. Upaya ini membutuhkan kerja keras dari para pejuang ekonomi syariah, baik ahli ekonomi Islam maupun praktisi bank syariah.

    8 .Sinergi

    Sinergi sesama bank syariah merupakan sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan untuk mengembangkan dan mempromosikan bank syariah secara signifikan. Bank-bank syariah tak boleh promosi dan bekerja secara sendiri-sendiri. Kegiatan Indonesia syariah Expo yang baru-baru ini dilaksanakan merupakan bentuk sinergi yang perlu diteruskan. Masih banyak bentuk sinergi lain yang bisa dilakukan, seperti menggelar kegiatan bersama dalam promosi di TV,Radio, menggelar workshop dan training ulama dan dosen ekonomi, penerbitan majalah dan buletn dan sebagainya. Demikian pula dalam produk tabungan dan ATM bersama, bank-bank syariah bisa bersinergi.

    Pepatah ”Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh” perlu dicermati, konsep ukhuwah perlu diimplementasikan. Bank-bank syariah, perlu menghayati filosofi shalat berjamaah. Jika dua muslim shalat sendiri-sendiri, nilainya   menghasilkan masing-masing 1 point. tetapi jika dua orang muslim shalat berjamaah oleh maka akan menghasilkan masing-masing 27. Jadi dalam filosofi matematis shalat jamaah, 1 + 1 bukan sama dengan dua, tetapi  sama dengan  27. Karena itu bank-bank syariah, hendaknya jangan ingin besar sendiri dan menang sendiri. Tujuan besar sendiri sulit dicapai tanpa sinergi sesama bank syariah.

    9. Bagi Hasil yang kompetitif

    Bank-bank syariah harus berjuang keras untuk memberikan bagi hasil yang kompetitif dengan memperhatikan efisiensi dan manajemen resiko yang cermat. Jika tingkat bagi hasil jauh dibawah bunga bank, maka sebagian kecil nasabah rasional-materialis  akan kembali menarik dananya dari bank syari’ah. Namun bagi nasabah yang rasional-moralis, tingkat bunga   tidak berpengaruh baginya untuk pindah ke bank konvensional. Apalagi nasabah spiritual, betapapun tingginya tingkat bunga, mereka tetap loyal menempatkan dananya di bank syariah.

    10.Reorientasi ke Sektor Riil

    Perhatian perbankan syari’ah kepada pengembangan sektor riel harus lebih diutamakan, mengingat realita  pertumbuhan lembaga keuangan syari’ah selama ini begitu pesat, tetapi tidak seimbang dengan pengembangan sektor riel. Dalam ekonomi Islam, pengembangan sektor keuangan harus terkait erat dengan sektor riel syari’ah, karena itu, pengembangan perbankan syari’ah harus mendukung gerakan ekonomi Islam di sektor riel, seperti kegiatan produksi dan distribusi yang dilakukan Ahad-net, MQ-Net, hotel Sofyan syari’ah, super market, agribisnis, Usaha Kecil dan Menengah (UKM)  dan gerakan usaha sektor lainnya. Orientasi pengembangan ekonomi Islam melalui sektor keuangan harus diimbangi  dengan pengembangan  sektor riel. Kepincangan dua aspek ini akan menimbulkan bahaya dan malapetaka ekonomi Islam di masa depan dan hal ini merupakan kegagalan dan kehancuran ekonomi Islam.

    Pengembangan sektor riel syari’ah harus menjadi perhatian yang serius bagi perbankan syari’ah. Pembiayaan melalui produk murabahah, sesungguhnya tidak signifikan mengembangkan sektor riel, karena bentuknya dominan konsumtif.

    Penutup

    Apabila bank-bank syariah memperhatikan dan menerapkan 10 pilar tersebut, maka perbankan syari’ah akan menjadi perbankan nasional yang tangguh, terpercaya, di samping besar assetnya (market share) nya. Sebagai kesimpulan, bank-bank syariah perlu melakukan konsolidasi baik dari sisi internal maupun eksternal  bank.  Konsolidasi internal dilakukan dengan cara secara istiqamah menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap prinsip syari’ah, penguatan internal control dan meningkatkan  kualitas pelayanan kepada nasabah. Sedangkan konsolidasi eksternal  berupa peningkatan kerjasama  dan konsolidasi dengan institusi terkait dan peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate govarnance sebagai bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional.

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition