• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Pemberdayaan Agribisnis Melalui Bank Syari’ah

    1

    Posted on : 12-03-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Perbankan Syariah

    Oleh: Agustianto

     

    Pendahuluan

    Agribisnis yang meliputi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan merupakan sektor yang penting  di semua negara, karena sektor ini memiliki peran stratregis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan amat signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Hampir 50 % dari total tenaga kerja saat ini bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga agribisnis dapat diandalkan sebagai penghasil sekaligus penghemat devisa.

    Dalam perekonomian nasional, sumbangan sektor agribisnis cukup besar dalam PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Berdasarkan data statistik terdapat sembilan komoditi yang nilai ekonominya di atas US $ 1 milyar setiap tahun, yaitu padi, kayu dan kayu olahan, pulp dan lertas, CPO, Gula pasir, produk perikanan karet dan pengolahan karet, serta jagung.  Kecuali padi dan jagung, komoditi tersebut juga merupakan produk penghasil devisa nasional yang utama selain migas.

    Keberadaan sumber daya alam Indonesia, sangat mendukung pengembangan agribinis, khususnya dari ketersediaan lahan yang luas. Dari 1919,9 juta hektar luas daratan Indonesia, seluas 133,7 juta hektar (69,7%) secara fisik mempunyai daya dukung yang memungkinkan untuk budidaya pertanian. Dari lahan tersebut seluas 22,4 juta hektar di antaranya diidentifikasi sebagai lahan yang cocok untuk budidaya pertanian tanaman pangan dan holtikultura. Dari lahan yang potensial ditanami tersebut, seluas 91,4 % terdapat di luar Jawa dan hanya 8,6 % di Pulau Jawa.

    Sektor pertanian yang merupakan basis pertumbuhan ekonomi pedesaan, sangat strategis dalam meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan. Akan tetapi, sampai saat ini para petani masih dihadapkan pada kesulitan pembiayaan untuk pengembangan usahanya. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No 23 tentang Bank Indonesia, sumber pembiayaan dari KLBI dihapuskan. Sumber pembiayaan  diarahkan pada sumber pembiayaan komersial, seperti perbankan, asuransi, dan modal ventura. Karena itu perbankan nasional didorong untuk memberikan perhatian besar terhadap pembiayaan sektor agribisnis ini.

    Salah satu sistem perbankan nasional yang berkembang pesat saat ini adalah perbankan syari’ah. Baik perbankan umum syari’ah maupun Bank Perkreditan rakyat syari’ah. Tulisan ini akan menawarkan pemikiran bagaimana potensi agribisnis yang besar tersebut dikembangkan dan diberdayakan melalui lembaga perbankan syari’ah.

    Realisasi Tahun Keuangan Mikro

    Dalam konteks ini, Pencanangan Tahun Keuangan Mikro 2005 yang baru  dicanangkan  Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), patut disambut gembira dan didukung sepenuhnya oleh segenap bangsa Indonesia. Implementasikan pencanangan itu kata SBY diwujudkan dalam bentuk program aksi antara lain melalui: 1). Peningkatan penyaluran kredit oleh perbankan ke sektor UMKM, 2).  Peningkatan pemanfaatan laba BUMN dan dana Surat Utang Pemerintah (SUP-005),          3). Himbauan kepada industri perbankan agar suku bunga kredit ke UMKM dapat  lebih terjangkau.

    Tujuan akhir dari program aksi tersebut antara lain adalah untuk mengurangi penganguran dan kemiskinan khususnya masyarakat miskin pertanian yang berada di pedesaan yang jumlahnya mencapai 20,6 juta jiwa atau sekitar 57,75% dari total penduduk miskin nasional.

    Tahun Keuangan Mikro yang telah dicanangkan tersebut harus direalisasikan dalam bentuk gerakan nyata, yaitu membiayai sektor agribisnis yang selama ini belum optimal diberdayakan.

    Sebagaimana disebut di atas, bahwa kredit perbankan ke sektor agribisnis masih sangat rendah (6%) setahun. Bank syari’ah selama ini juga telah memberikan perhatian kepada sektor pertanian.  Menurut data BI Januari 2005, total pembiayaan syari’ah untuk sektor pertanian sebesar Rp 851, 7 milyar  atau sekitar 7,3 % dari pembiayaan yang disalurkan. Di masa depan kita mengharapkan pembiayaan untuk sektor pertanian perlu ditingkatkan.

    Kehadiran Bank Syari’ah

    Kehadiran lembaga perbankan syari’ah sangat tepat untuk mengembangkan sektor agribisnis, baik bank umum syari’ah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah. Hal ini dikarenakan bank syari’ah menggunakan skema  bagi hasil (mudharabah,muzara’ah, musyarakah), di samping skema lainnya seperti jual beli salam dan murabahah.

    Konsep bagi hasil sebenarnya bukan transaksi baru dalam masyarakat Indonesia.  Tradisi ini telah lama dikenal dalam  berbagai kegiatan ekonomi. Pada sektor pertanian dikenal  sistem maro, mertelu, marapat, paroan. Sistem bagi hasil pertanian, terutama untuk tanaman padi berlangsung antara penggarap dan pemilik modal lahan dengan proporsi bagi hasil yang relatif beragam. Skema kerja sama ini dalam fikih dikenal dengan istilah muzara’ah, musaqah dan mukhabarah. Pada sektor kelautan juga praktek bagi hasil telah lama dipraktekkan antara nelayan dan pemilik boat/ perahu. Sistem ini tampaknya lebih cocok, karena hasil ikan yang akan diperoleh para nelayan tidak dapat diperkirakan, sehingga sistem bagi hasil ini lebih adil.

    Dengan demikian, pola pembiayaan syariah mempunyai karakteristik yang lebih cocok dengan komoditi yang dibudidayakan oleh petani. Hal ini disebabkan :

    1. Di bank Islam tidak dikenal adanya perhitungan bunga, tetapi menggunakan prinsip bagi hasil dan pengambilan keuntungan secara jual beli.
    2. Dalam prinsip bagi hasil, besarnya pembagian porsi keuntungan antara pemilik dana (Bank) dan pengelola usaha (Petani) diserahkan kepada kedua belah pihak tersebut disesuaikan dengan masa panen.
    3. Dengan demikian, pada usaha pertanian yang kecil pendapatannya, nisbah yang disepakati akan tidak sama dengan usaha yang lebih besar pendapatannya, mengingat setiap komoditi usaha pertanian memiliki tingkat pendapatan yg berbeda,  dan masa panen (menghasilkan) yg berbeda pula.
    4. Petani tidak dibebani dangan bunga pinjaman, melainkan pengembaliannya secara otomatis disesuaikan dgn masa panen.

    Usaha pertanian (agribisnis) yang telah dibiayai pola syari’ah cukup banyak, antara lain :

    1. Agribisnis tanaman pangan; komoditas padi dan jagung melalui skim muzara’ah dan salam.
    2. Agribisnis perkebunan; investasi kelapa sawit dan karet melalui skim mudharabah
    3. Agribisnis peternakan, investasi sapi perah dan penggemukan sapi potong melalui skim mudharabah
    4. Agribisnis holtikultura ; investasi sayuran, bunga potong, dan salak pondoh melalui mudharabah dan murabahah.

    Kendala

    Namun,  harus diakui bahwa pembiayaan terhadap usaha di sektor agribisnis menghadapi sejumlah kendala dan masalah, baik internal maupun eksternal. Kendala  internal pengusaha kecil-menengah agribisnis, yaitu ;

    Tingkat kemampuan & profesionalisme SDM di bidang keuangan rendah, 2. Keterbatasan dan penguasaan teknologi, 3. Kelemahan struktur permodalan, keterbatasan akses sumber modal karena diasumsikan berisiko tinggi dan profitabilitas rendah dan tidak memiliki colateral (agunan), 4. kekurang mampuan memperluas peluang dan akses pasar, 5. Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen. Sedangkan kendala eksternal antara lain, 1. Kurangnya kepercayaan berbagai pihak  terhadap kemampuan usaha kecil, 2. iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang kuat dari usaha besar, 3. Sarana dan prasarana yang kurang memadai.

    Perlu Inisiatif bersama

    Untuk mengatasi problem tersebut perlu diinisiasi secara bersama sama antara pihak perbankan, assosiasi pertanian, Departemen Pertanian, LSM, koperasi,  asuransi  syari’ah dan juga Perguruan Tinggi, untuk melakukan upaya peningkatan peran perbankan syari’ah dalam sektor agribisnis.  Upaya yang bisa dilakukan antara lain ;

    1. Menciptakan forum dan mekanisme mediasi guna menjembatani kesenjangan informasi tentang kebutuhan pembiayaan perusahaan agribisnis dan peluang pembiayaan perbankan syuari’ah, misalnya forum bersama antara perbankan dengan assosiasi-assosiasi pertanian.
    2. Riset dan Pilot Project Skims Pembiayaan Usaha Tani Pola Syari’ah, misalnya pengembangan KUT Pola Syari’ah dengan skim salam paralel dengan melibatkan BULOG atau perusahaan besar (grosir). Bisa juga  skim pembiayaan dengan cost murah yang bersumber dari IDB (Islamic Development Bank)
    3. Pengembangan Skim penjaminan  pembiayaan usaha kecil pertanian. Hal ini telah dilakukan oleh Departemen Pertanian dengan menyediakan dana penjamin dalam jumlah besar.
    4. Pengembangan pola bantuan teknis dengan linkage program, yaitu pengembangan keterkaitan berbagai unit usaha sektor pertanian dengan melibatkan Bank, Departemen Teknis dan LSM. Linkage program ini dilakukan dalam menyusun dan menyiapkan program pendampingan untuk memfasilitasi antara lembaga pembiayaan syari’ah dan nasabah pertanian.

     

    Penutup

    Sebagai penutu, perlu diingatkan kepada perbankan dan pemerintah, bahwa dalam memberikan pembiayaan,  bank syariah harus tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential).  Hal ini untuk menghindari terjadinya pembiayaan bermasalah.  Sebab dana yg dititip penyimpan ke Bank adalah amanah dan milik masyarakat yang harus dikelola dan dikembangkan secara profitable. Selanjutnya pemerintah harus secara serius mengaplikasikan program-program yang telah disusun, agar pemberdayaan masyarakat pertanian menuju masyarakat yang sejahtera dapat terwujud dalam bingkai syari’ah.

    Comments (1)

    Mantap artikelnya…
    Sangat membantu.

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition