• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Urgensi Kewirausahaan Dalam Koperasi

    0

    Posted on : 13-03-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Microfinance

    Agustianto

    Tanggal 22 Juli adalah Hari Koperasi yang setiap tahun diperingati oleh insan koperasi di seluruh tanah air. Pada setiap momentum hari Koperasi tersebut, masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan koperasi selalu diperbincangkan, baik mengenai tantangan, peluang, kendala dan pilar-pilar pendukung pengembangan koperasi. Seperti sumber daya manusia, kewirausahaan, orientasi bisnis, permodalan, maupun penciptaan iklim kondusif dari pemerintah.

    Di zaman Orde Baru, keberadaan koperasi di Indonesia, amat menyedihkan, karena ia selalu dipinggirkan dalam politik ekonomi nyata. Secara teoritis, koperasi memang disebut sebagai sokoguru ekonomi nasional, tapi dalam praktiknya, pengembangan ekonomi rakyat selalu melalui koperasi hanya sebatas retorika indah, karena ternyata rezim Orde Baru hanya membesarkan konglomerat.

    Di zaman Habibi, di bawah Menteri Adi Sasono, koperasi mendapat angin segar untuk berkembang dengan berbagai kebijakan skem kredit dan penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT).

    Di zamana Gus Sur yang penuh gonjang-ganjing dan pertarungan politk, nasib koperasi semakin suram, sebab energi Gus Dur dan elite politik tersita untuk kekuasaan dan kepentingan politik masing-masing, bukan recovery ekonomi rakyat, sehingga pemulihan ekonomi Indonesia melalui koperasi ditelantarkan.

    Tulisan ini tidak bermaksud membahas perkembangan koperasi yang masih carut-marut di era Gus Dur ini, tetapi lebih baik saya menelaah salah satu aspek penting memajukan koperasi, yakni kewirausahaan.

    Kewirausahaan : Aspek Penting

    Suatu fenomena yang dramatis di era reformasi adalah pertumbuhan kuantitatif koperasi yang cukup tinggi. Secara nasional jumlah yang sebelumnya 48.000, setahun berikutnya (1998) bertambah menjadi 54.000 dan ada tahun 1999 membengkak lagi menjadi 70.000 unit lebih.

    Pertumbuhan kuantitas tersebut harus diimbangi dengan pengembangan kualitas, seperti aspek permodalan, teknologi, manajemen dan sumber daya manusia (SDM). Dalam pilar SDM tersebut, etos kewirausahaan harus ditumbuhkan dan dimiliki oleh pengurus dan pengelola koperasi.

    Kewirausahaan adalah aspek penting yang menjadi faktor penentu keberhasilan pengembangan koperasi. Kurangnya perhatian terhadap kewirausahaan koperasi, jelas merupakan penyebab utama kegagalan pengembangan SDM koperasi dan pada gilirannya menjadi salah satu penyebab kegagalan ekonomi kerakyatan.

    Pengertian Kewirausahaan

    Secara etimologis, wirausaha berarti keberanian melakukan kegiatan bisnis. Sedangkan secara terminologis, kewirausahaan adalah keberanian, semangat, prilaku dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang untuk memperoleh keuntungan.

    Dengan selalu berusaha mencari dan melayani pelanggan lebih banyak dan lebih baik secara memuaskan, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan kerja yang efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas, inovasi serta kemampuan manajemen.

    Dengan menggunakan konsep dan defenisi wirausaha di atas, maka tak bisa dibantah bahwa koperasi sangat memerlukan kewirausahaan untuk menggerakkan dan memajukan koperasi. Karena itu, pengelola koperasi harus berani melakukan terobosan, menguak dan memanfaatkan pasar untuk memperoleh keuntungan.

    Dalam GBHN 1988, kewirausahaan mendapat perhatian utama dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Di dalam GBHN itu disebutkan bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan harus mengutamakan pengembangan kewirausahaan dan kewiraswastaan, penyediaan sarana-sarana, fasilitas pendidikan dan pelatihan-pelatihan, bimbingan dan penyuluhan serta permodalan.

     

    Karekteristik

    Menurut Mc. Calland, intelektual Amerika Serikat, wirausahawan mempunyai 10 ciri utama, yaitu : 1. Selalu mencari peluang, 2. Ulet, gigih, kerja keras, pantang menyerah, 3. Berorientasi pada kualitas dan efisiensi, 4. Berani mengambil resiko, 5. Mampu menentukan tujuan, 6. Memegang janji, 7. Mampu membuat perencanaan dan pengawasan yang efektif, 8. Mampu mencari informasi, 9. Mampu mengatur pekerjaan, 10. Percaya diri.

    Selain rumusan Mc. Calland di atas, profil seorang wirausaha ialah : 1. Mempunyai motivasi prestasi, yakni dorongan untuk selalu maju, berkembang dan sukses, 2. Berorientasi ke masa depan dan memiliki visi masa depan yang jelas, 3. Bertindak dengan penuh perhitungan, yakni selalu memperhitungkan keuntungan ddan kerugian, positif dan negatif, manfaat dan mudharat, 4. Inovatif, kreatif, terus menerus berfikir sehingga senantiasa melahirkan gagasan-gagasan baru, 5. Agresif dan kompetitif, 6. Suka pada tantangan dan selalu optimis menjalankan usaha, 7. Berjiwa kepemimpinan, bersifat fleksibel, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik, 8. Mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain, 9. Disiplin dan menghargai waktu, 10. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya (amanah dan siddiq), 11. Selalu belajar dari pengalaman, 12. Suka membaca, gemar menuntut ilmu, 13. Produktif.

    Semua sifat dan karekteristik di atas harus dimiliki oleh pengelola koperasi agar koperasi dapat menjadi usaha yang tangguh menghadapi era globalisasi yang penuh persaingan. Kalau etos kewirausahaan itu lemah, maka jangan harap koperasi akan maju sebagaimana perusahaan-perusahaan lainnya.

    Pertumbuhan dan pengembangan kewirausahaan dapat dipelajari dan dikembangkan, karena itu pengelola koperasi harus berupaya menumbuhkan dan mengembangkannya. Karekteristik lain yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan koperasi adalah sikapnya yang lebih menghargai kebersamaan daripada keberhasilan keuntungan individual.

    Seorang wirausahawan dalam koperasi akan lebih termotivasi dan lebih kreatif bekerja dalam kebersamaan, bukan untuk kepentingan pengelola atau pengurus saja. Munculnya pelesatan makna KUD menjadi “Ketua Untung Duluan”, merupakan cerminan dari sikap egoistik para pengurus koperasi yang mementingkan diri sendiri.

    Ukuran Keberhasilan

    Ukuran keberhasilan kewirausahaan dalam koperasi, antara lain : Pertama, wirakoperasi mampu menjaga kelangsungan hidup usaha koperasi dan mendatangkan keuntungan bagi anggotanya. Kedua, mampu menyerap dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat.

    Ketiga, dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan. Keempat, mampu meningkatkan kualitas hidup bagi pemakai produknya. Kelima, dapat melakukan perbaikan mutu lingkungan  lokasi usahanya.

    Harus pula dicatat bahwa wirausaha didalam koperasi bukanlah hanya mengejar keuntungan semata, sebab uang bagi seorang wirausaha bukanlah tujuan utama, tetapi merupakan pelengkap bagi kegiatan usaha yang dikelolanya.

    Integrasi

    Koperasi memiliki dua sisi yang harus menyatu secara integral. Di satu sisi ia adalah sebuah kumpulan orang yang mementingkan kebersamaan dan nuansanya lebih bersifat sosial. Tapi di sisi lain, ia adalah lembaga bisnis yang mementingkan nilai ekonomis, karena itu, aspek kewirausahaan menjadi keniscayaan yang tak terbantahkan di dalamnya.

    Karena itu, paradigma lama perkoperasian harus diubah, yakni dari paradigma yang lebih bernuansa sosial kepada paradigma yang lebih menekankan aspek bisnis. Selama ini, selalu terjadi bahwa urusan koperasi  ditangani langsung oleh pengurus yang juga anggota koperasi.

    Padahal koperasi membutuhkan keahlian lain yang tak dikuasai oleh pengurus. Misalnya, koperasi para petani padi sebagai produsen. Mereka hanya ahli dalam memproduksi padi, tetapi tidak ahli dalam menajemen pemasaran. Jadi, yang dibutuhkan adalah tenaga yang ahli memasarkan padi. Karena itu, pengelolaan koperasi yang berasal dari luar pengurus yang memiliki profesionalisme yang handal dalam pemasaran, misalnya.

    Selama ini, kalaupun ada tenaga pengelola dari luar, kualitas belum memadai. Alasanya sudah klasik, yakni keterbatasan kemampuan koperasi memberikan gaji yang layak. Kalaupun gajinya kecil, maka kualitas orang yang dipakai itu juga rendah. Bagaimana mungkin koperasi bisa berjalan dengan baik kalau dikelola oleh SDN yang rendah.

    Prof. Dr. Roepke, salah seorang guru besar tamu Institut Manajemen Koperasi Indonesia menjelaskan bahwa kewirausahaan dalam koperasi bisa berasal dari dalam anggota, pengurus atau manajer atau dari kalangan luar koperasi, yaitu aparat pembina atau pihak lain. Pihak lain ini disebut catalist entrepreneur.

    Penutup

    Pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui koperasi harus mengimplementasikan  semangat kewirausahaan. Artinya, reformasi koperasi lebih terfokus pada upaya optimalisasi etos kemandirian dan profesionalisme gerakan koperasi, sehingga dapat memberikan konstribusi yang optimal, yaitu dalam bentuk cooperative growth, cooperative share dan cooperative effect.

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition