• Dapatkan 8 buku karya Agustianto, antara lain: Fikih Muamalah Ke-Indonesiaan, Maqashid Syariah, dalam Ekonomi dan Keuangan, Perjanjian (Akad) Perbankan Syariah, Hedging, Pembiayaan Sindikasi Syariah, Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah, Ekonomi Islam Solusi Krisis Keuangan Global. Hub: 081286237144 Hafiz
  • Alquran dan Revitalisasi Perdagangan (Refleksi Nuzul Quran 1432 H)

    0

    Posted on : 17-02-2011 | By : Agustianto | In : Artikel, Hari Besar Islam

    Oleh : Agustianto

     

    Nuzul Quran adalah peristiwa terbesar dalam rentangan sejarah ummat manusia, suatu peristiwa yang maha penting bagi seluruh makhluk di muka bumi bahkan jagad raya dan alam semesta. Hal ini dikarenakan Nuzul Quran merupakan momentum revolusi kemanusiaan yang luar biasa yang meliputi berbagai aspek kehidupan secara komprehensif seperti  teologi, politik, hukum, ekonomi,  intelektual, moral bahkan pengembangan sains dan teknologi.

    Secara konvensional, Nuzul Quran adalah awal mula diturunkannya Al-Quran kepada Nabi Muhammad Saw. Peristiwa tersebut merupakan indikasi kenabian  Muhammad Saw dan menjadi  embrio kebangkitan agama tauhid (Islam), sekaligus tonggak revolusi kemanusiaan berdasarkan wahyu ilahi.

    Kehadiran Alquran membawa sebuah gerakan revolusi spektakuler yang  mencengangkan dunia. Dikatakan revolusi, karena dalam waktu yang relatif singkat, Alquran telah berhasil mengubah dunia, menuju masyarakat tercerahkan, maju dan berperadaban. Dengan kehadiran Al-Quran, ummat Islam telah berhasil memimpin peradaban dunia selama lebih tujuh abad. Kemajuan dan keunggulan ummat Islam disebabkan karena mereka mengamalkan ajaran Al-quran secara komprehensif (tidak saja ibadah tetapi juga muamalah) dan berpegang teguh padanya secara istiqamah. Inilah yang pernah disabdakan Nabi Muhammad Saw, ”Sesunggunya Allah akan mengangkat derjat suatu bangsa karena berpegang teguh pada Al-quran, dan  merendahkan mereka karena mengabaikan Al-quran”.

    Untuk itulah, pada momentum nuzul quran ini, perlu diangkat sebuah tema yang selama ini  terabaikan oleh umat Islam. Padahal tema ini sangat penting untuk diaktualisasikan kaum muslimin menuju kejayaan Islam di masa depan. Tema tersebut  adalah masalah perdagangan dan urgensinya bagi pembangunan peradaban Islam. Tema ini perlu diangkat ke permukaan mengingat kondisi obyektif kaum muslimin di berbagai belahan dunia sangat tertinggal di bidang perdagangan. Bidang ini memiliki kedudukan yang sangat penting  dalam membangun peradaban Islam  sebagaimana yang banyak dibahas Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya.

    Dalam konteks ini Nabi Muhammad Saw  bersabda, dari Mu’az bin Jabal, ”Sesungguhnya sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan (H.R.Baihaqi dan dikeluarkan oleh As-Ashbahani). Hadits ini dengan tegas menyebutkan bahwa profesi terbaik menurut Nabi Muhammad adalah perdagangan.

    Namun sangat disayangkan, kaum muslimin tidak  merealisasikan hadits ini dalam realitas kehidupan dan membiarkan perdagangan dikuasai orang lain, akibatnya ekonomi ummat Islam terpinggirkan selama berabad-abad dan ekonomi bangsa-bangsa lain maju menguasai dunia. Gejala ke arah ini  sebenarnya pernah terjadi di masa Umar bin Khattab, yaitu ketika para sahabat mendapat harta ghanimah yang melimpah melalui ekspansi wilayah Islam ke Persia, Palestina dan negara-negara tetangga, karena itu para pejabat dan panglima tentera Islam mulai  meninggalkan perdagangan. Umar mengingatkan mereka, ”Saya lihat orang asing mulai banyak menguasai perdagangan, sementara kalian mulai meninggalkannya (karena telah menjadi pejabat di daerah dan mendapat harta ghanimah), Jangan kalian tinggalkan perdagangan, nanti laki-laki kamu tergantung dengan laki-laki mereka dan wanita kamu tergantung dengan wanita mereka”.

    Yang patut digaris bawahi dari pernyataan Umar tersebut adalah, jika ekonomi perdagangan dikuasai umat lain (bangsa lain), maka sangat dikhawatirkan ummat Islam tergantung kepada bangsa tersebut. Apa yang dikhawatirkan Umar tersebut, kini telah terjadi di negara-negara Muslim, termasuk dan terutama di Indonesia, dimana Umat Islam tergantung dengan bangsa-bangsa lain, bahkan ketergantungan itu merasuk kepada kebijakan politik negara muslim, merasuk ke aspek budaya, ilmu pengetahuan, bahkan mengganggu  aqidah dan akhlak ummat Islam.

    Betapa urgennya ummat Islam menguasai perdagangan, sehingga Nabi Muhammad Saw mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw  mengatakan, ”Hendaklah kamu berdagang, karena di dalamnya terdapat 90 % pintu rezeki (H.R.Ahmad).

    Hadits ini diawali dengan kata ’Alaikum”, yang dalam ilmu gramitikal bahasa Arab  bermakna  fiil amar, artinya perintah yang wajib dilaksanakan. Kewajiban di sini tentunya difahami sebagai kewajiban kifayah. Artinya, jika sebagian ummat Islam telah menguasai perdagangan, maka sebagian ummat Islam lainnya terlepas dari dosa kolektif. Tetapi, jika ummat  Islam tidak menguasai perdagangan, maka seluruh ummat Islam berdosa.

    Nabi Muhammad tidak saja memerintahkan dengan kata-kata, tetapi secara langsung mempraktekkannya dalam kehidupan nyata, bahkan sejak usia beliau yang relatif muda, 12 tahun. Ketika Usia 17 tahun ia telah  memimpin sebuah ekspedisi perdagangan ke luar negeri. Profesi inilah yang ditekuninya sampai beliau diangkat menjadi Rasul di usia yang ke 40. Afzalur Rahman dalam buku Muhammad A Trader menyebutkan bahwa reputasinya dalam dunia bisnis demikian bagus, sehingga beliau dikenal luas  di Yaman, Syiria, Yordania, Iraq, Basrah dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Dalam konteks profesinya sebagai pedagang inilah  ia dijuluki gelaran mulia, Al-Ami.. Afzalur Rahman juga mencatat dalam ekspedisi perdagangannya, bahwa Muhammad Saw telah mengharungi 17 negara ketika itu, sebuah aktivitas perdagangan yang luar biasa.

    Semangat inilah seharusnya yang dibangun dan dikembangkan oleh kaum muslimin saat ini agar peradaban kaum muslimin bisa bangkit kembali di jagad ini melalui kejayaan ekonomi dan perdagangan. Namun, pada masa kini sektor perdagangan jauh dari dominasi ummat Islam. Menurut buku Menuju Tata Baru Ekonomi Islam (2001, terbitan Malaysia),  93 % perdagangan dunia dikuasai oleh negara-negara bukan muslim. Dengan demikian negeri-negeri muslim hanya menguasai  7 % perdagangan dunia. Padahal ummat Islam hampir 20 % dari penduduk dunia atau sekitar 1,2 milyar orang. Idealnya paling tidak  negara –negara Islam bisa menguasai 20 % perdagangan dunia, bahkan lebih dari itu, karena hampir 70 % sumber-sumber alam  terdapat di negara-negara Islam.

    Dunia Islam memiliki 70% cadangan minyak dunia dan menguasai 30% sumber gas asli dunia. Negara-negara Islam memasok dan mensuplay 42% permintaan petrolium (minyak) dunia. Data-data tersebut menunjukkan bahwa negeri-negeri muslim memiliki potrensi ekonomi yang cukup besar dan strategis.

    Demikian pula peranan dan kiprah  ummat Islam dalam perdagangan di Indonesia,  masih sangat kecil. Menurut para pengamat ekonomi, ummat Islam yang berjumlah 85 %, paling hanya menguasai sektor perdagangan sekitar 20- 30 %.

    Karena kondisi tersebut, maka peringatan Nuzul Quran pada tahun ini perlu mengangkat tema konsep Al-quran tentang perdagangan, agar ummat Islam kembali kepada masa-masa kejayaan Islam yang menguasai sektor perdagangan.

    Perdagangan dalam Al-quran

    Pengungkapan perdagangan dalam Al-quran ditemui dalam tiga bentuk, yaitu tijarah (perdagangan), bay’ (menjual)  dan Syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih banyak lagi term-term lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti  dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan perdagangan global (Qs.Al-Jum;ah : 9)

    Kata  tijarah adalah mashdar dari kata kerja yang berarti menjual dan membeli. Kata tijarah  ini disebut sebanyak 8 kali dalam Alquran yang tersebar dalam tujuh surat, yaitu surah Albaqarah :16 dan 282 , An-Nisak : 29, at-Taubah : 24, An-Nur:37, Fathir : 29 , Shaf : 10 dan Al-Jum’ah :11.  Pada surah Al-Baqarah disebut dua kali, sedangkan pada surah lainnya hanya disebut masing-masing satu kali.

    Sedangkan kata ba’a (menjual) disebut sebanyak 4 kali dalam Al-quran, yaitu 1). Surah Al-Baqarah :254, 2). Al-Baqarah : 275, 3). Surah  Ibrahim   31 dan 4. Surah Al-Jum’ah :9

    Selanjutnya term perdagangan lainnya yang juga dipergunakan Al-quran adalah As-Syira. Kata ini  terdapat dalam 25 ayat. Dua ayat di antaranya berkonotasi perdagangan dalam konteks bisnis yang sebenarnya, yaitu yang kisah al-quran yang menjelaskan tentang Nabi Yusuf yang dijual oleh orang menemukannya yang terdapat dalam surah Yusuf ayat 21 dan 22.

    Demikian banyaknya ayat-ayat Al-quran tentang perdagangan, sehingga  tidak mungkin dijabarkan dalam halaman yang amat terbatas ini. Karena itu tulisan ini hanya akan memaparkan salah satu konsep penting tentang perdagangan yang terdapat dalam Al-quran yaitu keharusan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.

    Dalam surat al-Jum’ah ayat 10 Allah berfirman, ” Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah serta banyak-banyaklah mengingat Allah agar kalian menjadi orang yang beruntung..

    Apabila  ayat ini kita perhatikan secara seksama, ada dua hal penting yang harus kita cermati, yaitu (i) fantasyiruu fi al-ard (bertebaranlah di muka bumi) dan (ii) wabtaghu min fadl Allah (carilah anugrah/rezeki Allah).

    Redaksi fantasyiruu adalah perintah Allah agar ummat Islam segera  bertebaran di muka bumi untuk melakukan  aktivitas bisnis setelah shalat fardlu selesai ditunaikan. Ke mana tujuan  bertebaran itu? Ternyata Allah SWT tidak membatasinya hanya sekadar di kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi, atau Indonesia saja. Allah memerintahkan kita untuk go global atau fi al-ard. Ini artinya kita harus menembus Timur Tengah, Eropa, Amerika, Australia,  Jepang dan negar-negara Asia lainnya. Untuk apa kita bertebaran ke tempat-tempat tersebut? Allah menjawab bukan untuk tourism belaka, tetapi untuk berdagang dan mencari rezeki ”wabtaghu min fadl Allah” (M.Syafi’i Antonio,2003).

    Ketika perintah bertebaran ke pasar global Eropa, Australia, Amerika, Asika, Afrika, bersatu dengan perintah berdagang, maka menjadi keharusan bagi kita membawa goods and services dan komoditas ekspor lainnya serta bersaing dengan pemain-pemain global lainnya (Cina, Taiwan, Korea, India, Thailand, dan lain-lain). Menurut kaidah marketing yang sangat sederhana tidak mungkin kita bisa bersaing sebelum  memiliki daya saing di 4 P: Products, Price, Promotion, dan Placement atau delivery. Hanya dengan produk yang inovatif dan kualitas yang memadai kita bisa merebut pasar. Produk yang inovatif baru akan laku bila dijual dengan harga (price) yang bersaing dan promosi yang efektif. Demikian juga nasabah baru akan setia dan terpuaskan bila kita menyerahkannya (placement) sesuai jadwal dan after sales service (layanan purna jual) yang prima.

    Dalam Surat al-Quraish Allah melukiskan satu contoh dari kaum Quraish (leluhur Rasulullah dan petinggi bangsa Arab) yang telah mampu menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumberdaya alam di negeri mereka. Allah berfirman, “Karena kebiasaan orang-orang Quraish. (Yaitu) kebiasaan melakukan perjalan dagang pada musim dingin dan musim panas.”

    Para ahli tafsir baik klasik, seperti al-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari, maupun kontemporer seperti, al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Qutb,  sepakat bahwa perjalanan dagang musim dingin dilakukan ke utara seperti Syria, Turki, Bulgaria, Yunani, dan sebagian Eropa Timur, sementara perjalanan musim panas dilakukan ke selatan seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama dengan para pedagang Cina dan India yang singgah di pelabuhan internasional Aden.

    Contoh yang paling dekat dengan kemampuan dagang yang dilukiskan Alquran saat ini mungkin terdapat pada Singapura atau Hong Kong, negeri yang miskin sumberdaya alam tetapi mampu menggerakkan dan mengontrol alur ekspor di regional Asia Tenggara dan pasifik. Bagaimana dengan Indonesia, yang luas salah satu provinsinya (Riau) 50 kali Singapura, dengan potensi ekspor dan sumberdaya alam yang ribuan kali lipat? Mungkin kita harus becermin pada Alquran yang selama ini kita tinggalkan untuk urusan bisnis dan ekonomi.

    Meskipun Alquran cukup banyak membicarakan perdagangan bahkan dengan tegas memerintahkannya, dan meskipun negeri-negeri muslim memiliki kekayaan alam yang besar, namun ekonomi ummat Islam jauh tertinggal dibanding negara-negara non Muslim. Banyak faktor yang membuat ummat Islam tertinggal dari bangsa lain, antara lain, lemahnya kerjasama perdagangan sesama negeri muslim. Menurut catatan OKI sebagaimana yang terdapat dalam buku Menuju tata baru Ekonomi Islam, kegiatan perdagangan sesama negeri muslim hanya 12 % dari jumlah perdagangan negara-negara Islam.

    Fenomena lemahnya kerja sama perdagangan itu terlihat pada data-data aberikut :

    1. Lebanon dan Turki mengekspor mentega ke Belgia, United Kingdom dan negara-negara Eropa Barat lainnya. Semenentara Iran, Malayisa,  Pakistan dan Syiria mengimport mentega dari Eropa Barat.
    2. Aljazair mengekspor gas asli ke Perancis,  sedangkan Perancis mengekspornya ke Magribi
    3. Mesir adalah pengekspor kain tela yang ke 10 terbesar di dunia, tetapi Aljazair, Indonesia, dan Iran mendapatkan  kain itu (import) dari Eropa Barat.
    4. Aljazair, Mesir dan Malaysia mengimpor tembakau dari Columbia, Greece, India, Philipine dan Amerika Serikat. Sementara Turki dan Indonesia adalah mengekspor utama tembakau ke Amerika dan Eropa.

    Fakta juga menunjukkan bahwa produk Indonesia yang dibutuhkan negara muslim di Timur Tengah, harus melalui Singapura. Kounsekuensinya yang mendapat keuntungan besar adalah Singapura, karena ia membeli dengan harga murah dan menjual ke Timteng dengan harga mahal. Dan negara kita sering kali cukup puas dengan kemampuan ekspor sekalipun mendapatkan keuntungan margin yang sedikit. Sungguh kebodohan kita dalam perdagangann internasional. Hal ini tentu bisa mengecewakan Nabi Muhammad yang telah meneladankan sikap fathanah (cerdas) dan komunikatif (tabligh) dalam perdagangan

     

    Post a comment

    All Articles | Contact Us | RSS Feed | Mobile Edition